Rabu, 20 April 2011

desain penelitian

DESIGN RESEARCH / RANCANGAN PENELITIAN ILMIAH
DESIGN RESEARCH / RANCANGAN PENELITIAN ILMIAH

APA ITU DESIGN RESEARCH
• Design research atau rancangan penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan dan mengolah data agar dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan penelitian
• Yang termasuk rancangan penelitian adalah: jenis penelitian, populasi, sample, sampling, instrumen penelitian, cara pengumpulan data, cara pengolahan data, perlu tidak mengunakan statistik, serta cara mengambil kesimpulan

MACAM DESIGN RESEARCH

Berdasar tujuannya, rancangan penelitian dibedakan:
1. Eksploratif
2. Deskriptif
3. Analitik
4. Eksperimental

• Rancangan Penelitian Eksploratif: digunakan untuk menelusuri kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antara dua variabel yang belum pernah diketahui
• Rancangan Penelitian Deskriptif: digunakan untuk menggambarkan besarnya masalah (variabel Orang, Tempat, Waktu)
• Rancangan penelitian Analitik: digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara dua variabel secara observasional, dimana bentuk hubungan dapat: perbedaan, hubungan atau pengaruh
• Rancangan Penelitian Eskperimen: digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara dua variabel, dimana sebabnya merupakan intervensi peneliti
• Pendekatan Cross sectional atau Transversal atau studi Prevalensi adalah penelitian yang dilakukan pada satu saat atau satu periode tertentu dan pengamatan obyek studi hanya dilakukan sekali
• Pendekatan Longitudinal / Time series à Penelitian yang dilakukan pada periode waktu tertentu, untuk melihat perubahan yang terjadi mulai awal sampai waktu yang ditentukan secara berurutan

BEDA RANCANGAN PENELITIAN OBSERVASIONAL DAN EKSPERIMENTAL

• Penelitian observasional adalah penelitian dimana peneliti hanya melakukan observasi, tanpa memberikan intervensi pada variabel yang akan diteliti
• Penelitian ekperimental adalah penelitian dimana peneliti melakukan intervensi pada variabel sebab yang akan diteliti

PENDEKATAN PENELITIAN OBSERVASIONAL

Pada penelitian observasional dibedakan tiga pendekakan:
1. Cross Sectional
2. Cohort / Prospektif
3. Retrospectif / Kasus Kontrol

PENDEKATAN CROSS SECTIONAL

• Penelitian Analitik Cross Sectional adalah penelitian observaional dimana cara pengambilan data variabel bebas dan variabel tergantung dilakukan sekali waktu pada saat yang bersamaan
• Populasinya adalah semua responden baik yang mempunyai kriteria variabel bebas dan variabel tergantung maupun tidak
• Contoh: Hubungan antara Depo Provera dengan Obesitas pada Wanita Usia Subur
• Jika penelitian menggunakan pendekatan Cross Sectional, maka populasinya adalah:
• Semua Wanita Usia Subur (baik yang ikut depo provera maupun tidak, serta baik yang obesitas maupun tidak)
• Cara pengambilan data, setiap responden diambil datanya untuk dua variabel sekaligus
• Setiap responden (WUS), dilakukan pengambilan dua data sekaligus, yaitu data tentang memakai depo propera atau tidak, sekaligus diukur sedang mengalami obesitas atau tidak

BAGAN DESIGN ANALITIC RESEARCH CROSS SECTIONAL


PENDEKATAN COHORT

• Penelitian Analitik dengan pendekatan Cohort adalah penelitian dimana pengambilan data variabel bebas (sebab) dilakukan terlebih dahulu, setelah beberapa waktu kemudian baru dilakukan pengambilan data variabel tergantung (akibat)
• Populasi pada penelitian ini adalah semua responden yang mempunyai kriteria variabel sebab (sebagai kelompok studi)
• Pada penelitian Cohort perlu kontrol, yaitu kelompok yang tidak mempunyai kriteria variabel sebab
• Contoh: Hubungan antara Depo Provera dengan Obesitas pada Wanita Usia Subur
• Jika penelitian menggunakan pendekatan Cohort, maka populasinya adalah:
• Semua Wanita Usia Subur yang menggunakan Depo Propera (kelompok studi)
• Sedangkan kelompok kontrolnya adalah: semua WUS yang tidak menggunakan Depo Propera
• Setelah diamati beberpa waktu tertentu (misal 1 tahun), dilakukan pengambilan data obesitas (variabel akibat), baik pada kelompok sebab maupun kelompok akibat
• Kemudian data kedua kelompok studi dan kontrol dianalisa dengan menggunakan uji statistik yang sesuai

BAGAN DESAIN PENELITIAN ANALITIK COHORT


PENDEKATAN RETROSPEKTIF

• Penelitian Analitik dengan pendekatan retrospektif adalah penelitian dimana pengambilan data variabel akibat (dependent) dilakukan terlebih dahulu, kemudian baru diukur varibel sebab yang telah terjadi pada waktu yang lalu, misalnya setahun yang lalu, dengan cara menanyakan pada responden
• Contoh: Hubungan antara Depo Provera dengan Obesitas pada Wanita Usia Subur
• Jika penelitian menggunakan pendekatan Retrospektif, maka populasinya adalah:
• Semua Wanita Usia Subur yang mengalami obesitas (Kelompok studi)
• Sedang kelompok kontrolnya adalah: semua WUS yang tidak mengalami obesitas

BAGAN DESAIN PENELITIAN ANALITIK RETROSPEKTIF


DESAIN EKSPERIMENTAL

• Penelitian Eksperimental adalah penelitian dimana peneliti melakukan interventi terhadap varibel sebab yang akan diteliti
• Desain Esperimental dibagai tiga:
1. Pra Eksperimental
2. Quasy Experiment
3. True Experiment

DESAIN PRA EKSPERIMENT

• Desain Pra Eskperimental adalah penelitian eksperimen yang hanya menggunakan kelompok studi tanpa menggunakan kelompok kontrol, serta pengambilan respondon tidak dilakukan randomisasi
• Contoh: Pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan Ibu Hamil
• Populasi: semua ibu hamil
• Pre Test
• Intervensi: penyuluhan
• Post Test
• Hasil Pre Test dan Post Test dibandingkan dengan uji statistik yang sesuai

BAGAN DESAIN PRA EKSPERIMEN


DESIGN QUASY EXPERIMENT

• Design Quasy Experiment adalah penelitian eksperimental dimana pada penelitian ini sudah ada kelompok studi dan kelompok kontrol, namun pengambilan responden belum dilakukan secara randomisasi
• Contoh: Pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan Ibu Hamil
• Populasi: semua ibu hamil, dibagi dua kelompok, studi dan kontrol
• Pada kelompok studi dilakukan intervensi penyuluhan, sedang pada kelompok kontrol tidak dilakukan intervensi penyuluhan
• Dilakukan pengambilan data pengetahuan, baik pada kelompok studi dan kelompok kontrol, hasilnya dianalisa dengan uji statistik yang sesuai

BAGAN DESAIN KUASI EKSPERIMEN


TRUE EXPERIMENT DESIGN

• True Experiment Design adalah penelitian experimen dimana kelompok studi dan kelompok kontrol pengambilan sample-nya dilakukan secara randomisasi, serta pada kelompok studi dilakukan intervensi variabel sebab sedang pada kelompok kontrol tidak dilakukan intervensi.
• Contoh: Pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan Ibu Hamil
• Populasi: semua ibu hamil, dibagi dua kelompok, studi dan kontrol, dimana pengambilan dilakukan secara randomisasi
• Pada kelompok studi dilakukan intervensi penyuluhan, sedang pada kelompok kontrol tidak dilakukan intervensi penyuluhan
• Dilakukan pengambilan data pengetahuan, baik pada kelompok studi dan kelompok kontrol, hasilnya dianalisa dengan uji statistik yang sesuai

BAGAN DESAIN EKSPERIMEN MURNI



REFERENSI
1. Budiarto, 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar, Jakarta, EGC
2. Hasan, 2005, Pokok Pokok Materi Statistik 1 (statistik Deskriptif), Jakarta, Bumi Aksara
3. Hasan, 2005, Pokok Pokok Materi Statistik 2 (statistik Infereansif), Jakarta, Bumi Aksara
4. Nasution, 2004, Metode research (penelitian Ilmiah), Jakarta, Bumi Aksara
5. Silalahi, 2003, Metodologi Penelitian dan Studi Kasus, Sidoarjo, Citramedia
6. Tjokronegoro, 2004, Metologi Penelitian Bidang kedokteran, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sabtu, 16 April 2011

etika kebidanan

 Otonomi dalam Praktek Kebidanan

Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan merupakan suatu hal yang penting dan di tuntut dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggung jawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukanya. Sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kopetensi dan didasari suatu evidence based. Accountability diperkuat dengan suatu landasan hukum yang mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.

Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui:

1. Pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan
2. Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam kebidanan
3. Akreditasi
4. Sertifikasi
5. Registrasi
6. Uji kompetensi
7. Lisensi

Beberapa dasar dalam otonomi pelayanan kebidanan antara lain sebagai berikut:

1) Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan
2) Standar praktik kebidan
3) UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
4) PP No. 32/Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
5) Kepmenkes 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang organisasi dan tata kerja Depkes
6) UU No. 22/1999 tentang Otonomi daerah
7) UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
8) UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, dan transplantasi
Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi pemerintah daerah (kabupaten dan kota), daerah diberikan kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sendiri bersadarkan kehendak masyarakat dengan tetap berpatokan pada Undang-undang yang berlaku. UU otonomi daerah memberikan dampak yang luas di masyarakat, banyak pengamat mengatakan munculnya “raja-raja” kecil dan tambah menguatnya pengawasan tanpa kendali dari legislatif tanpa disertai dengan tumbuhnya kesadaran dan perubahan yang berarti.
Kesehatan merupakan salah satu aspek yang diatur dan diurus oleh pemerintah daerah, yang pada awalnya bersifat top-down (dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah) sekarang menjadi bottom-up (dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat).
Otonomi daerah bidang kesehatan memberikan kesempatan yang banyak kepada pemerintah untuk mengeksplorasi kemampuan daerah dari berbagai aspek, mulai dari komitmen pemimpin dan masyarakat untuk membangun kesehatan, sistem kesehatan daerah, manajemen kesehatan daerah, dana, sarana, dan prasarana yang memadai, sehingga diharapkan kesehatan masyarakat di daerah menjadi lebih baik dan tinggi.
Masyarakat Indonesia sebagai obyek kebijakan desentraliasi kesehatan, yang seharusnya membangun dan berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan kesehatan, pada kenyataannya tidak banyak ikut membantu, karena stigma masyarakat yang sudah biasa menerima, bukan memberikan masukan. Seperti kita tahu pada sebelum otonomi daerah digulirkan, masyarakat tidak banyak membantu mengenai pembangunan di daearah.
Belum lagi, permasalahan dalam hal perencanaan oleh tenaga kesehatan di daerah yang biasanya di “drop” dari pusat, harus membuat formulasi baru dan banyak tenaga kesehatan di daerah yang tidak mampu untuk membuatnya.
Kenyataannya, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh UU otonomi daerah, derajat kesehatan masyarakat di daerah tidak kunjung membaik setelah digulirkannya UU ini, bahkan derajat kesehatan masyarakat daerah semakin memburuk dan semakin sulit untuk diatasi, selain dari kurangnya dukungan dana, sarana, dan prasarana, juga karena kesehatan masyarakat perlu pemecahan secara komprehenshif dari berbagai bidang, misalkan saja untuk pemecahan satu masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) saja memerlukan kerjasama lintas sektoral yang solid, mulai dari dinas kesehatan, dinas pendidikan, dinas kebersihan, dinas lingkungan hidup, dan dinas-dinas lain.
Apalagi ketika otonomi daerah dikaitkan dengan sistem politik yang ada di Indonesia, para bupati/walikota biasanya hanya membuat program jangka pendek, sekitar program 5 (lima) tahunan, karena masa jabatannya lima tahun, sehingga adakalanya program-program kesehatan hanya bersifat formalitas dan tidak menyentuh kepada masyarakat. Padahal jika kita telaah lebih jauh, penyelesaian masalah kesehatan memerlukan waktu yang panjang, yaitu sekitar 10 tahun. Walaupun ada program kesehatan jangka panjang yang direncanakan, namun seperti kita lihat pada kenyataannya, ketika pergantian pemimpin daerah, maka program pun berganti, dan jika tidak berganti, pasti hanya namanya saja bukan melanjutkan program yang sudah berjalan.
secara umum otonomi daerah dalam bidang kesehatan di Indonesia kurang begitu berhasil, hal ini dikarenakan karena masih kurang memihaknya kebijakan untuk membangun kesehatan secara tuntas dan holistik, walaupun sudah ada daerah yang mampu dan berhasil mengembangkan konsep dan kebijakan yang mengarah kearah pembangunan kesehatan.
Pada dasarnya, pembangunan kesehatan merupakan proses menuju kearah produktifitas penduduk suatu daerah, semakin banyak penduduk yang sehat, semakin produktif pula suatu daerah.
Otonomi kesehatan di bidang kesehatan seharusnya mempunyai visi yang sejajar dengan rencana Departemen Kesehatan Republik Indonesia, yaitu Indonesia Sehat 2010, dimana salah satu agenda pentingnya adalah perubahan paradigm dari paradigm sakit ke paradigma sehat, yaitu cara pandang, pola pikir, dan model pembangunan kesehatan yang holistik, menangani masalah kesehatan yang dipengaruhi banyak faktor secara lintas sektoral, dan mengarah pada upaya peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan.
Pada dasarnya, otonomi daerah di bidang kesehatan bertujuan untuk menumbuhkan sifat kebaikan dan adil dalam bidang kesehatan, karena setiap daerah mempunyai kewenangan untuk membuat formulasi baru sesuai dengan karakteristik daerahnya masing-masing.


sebelum adanya otonomi daerah, banyak daerah-daerah yang merasa dirugikan dengan kebijakan pemerintah pusat. Hal ini seperti daerah yang mempunyai sumber daya yang besar dan mempunyai jumlah penduduk yang besar di samakan dengan daerah yang memberikan sumber daya yang sedikit dan jumlah penduduk yang sedikit.
otonomi daerah dibidang kesehatan merupakan upaya pemerintah yang harus didukung oleh semua aspek. Untuk memperbaiki dan meningkatkan pelaksanaan otonomi daerah bidang kesehatan di daerah, diperlukan upaya-upaya inovasi yang harus dilakukan oleh pihak eksekutif (pemerintah), legislatif (DPRD), dan masyaakat secara umum.
Pihak eksekutif harus membuat sistem dan pembiayaan kesehatan daerah yang baik, melaksanakan kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat dan bersifat proaktif, membuat informasi kesehatan yang canggih dan akurat, materi kesehatan dimasukan kedalam kurikulum pendidikan, menata ulang organisasi dan sumber daya kesehatan, dan membangun kerjasama lintas sektoral yang efektif.
pihak legislatif memiliki kemampuan untuk membuat peraturan dan pengawasan pelaksanaan program pemerintah. Dalam bidang kesehatan, legislatif memiliki kewajiban membuat formuilasi peraturan kesehatan daerah yang efektif dan efisisen dan melakukan kritik dan masukan yang berarti kepada pemerintah untuk melakukan upaya-upaya perbaikan, bukan hanya mengdikte kesalahan pemerintah dalam bidang kesehatan.
Sedangkan masyarakat berkewajiban mengawasi, mendukung, dan ikut serta dalam program-program kesehatan yang dilakukan oleh pemrintah, karena bagaimanapun masyarakat merupakan kunci keberhasilan sistem kesehatan daerah.
Pada saat ini, Departemen Kesehatan Republik Indonesia sedang mengembangkan suatu sistem untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010, yaitu desa siaga. Desa siaga merupakan desa yang sadar, mau, dan mampu menjaga dan mengatasi masalah kesehatan secara mandiri.
Semua usaha pembangunan kesehatan mudah-mudahan membawa perubahan bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat mendatang dan semua elemen tidak berhenti dan berputus asa untuk selalu berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi pembangunan kesehatan di Indonesia.

Jika semisal ada daerah yang karena mismanajemen pemda dan dinas kesehatan, baik karena kendala kuantitas dan kualitas SDM maupun dari sisi anggaran, sehingga yang terjadi adalah berbagai kegiatan dan program pembangunan bidang kesehatan menjadi jalan di tempat dan ada kesenjangan pelaksanaan yang mencolok antara apa yang seharusnya dilakukan seperti yang telah disusun oleh pusat dengan apa yang jadi kenyataan di daerah (tapi bukan sekedar mengandalkan laporan dari dinkes lho), maka tindakan apakah yang dilakukan kementerian kesehatan/pusat terhadapdaerah tersebut? Sejauh manakah kewenangan pusat untuk mengintervensi kebijaka ataupun pelaksanaan pembangunan kesehatan terhadap daerah tersebut?

Satu hal yang mungkin banyak para sejawat anggota milis ini setuju adalah
program kesehatan sebagus dan sebaik apapun yang dibuat oleh pusat, ketika tiba di daerah acapkali diartikan sebagai proyek yang ujung-ujungnya pembagian duit,baik dalam bentuk bantuan anggaran, uang SPPD sebagai peserta training, dsb dantak peduli dengan bagaimana pelaksanaannya.

Layanan kesehatan merupakan urusan otonomi yang paling banyak ruang inovasinya. Dari tahun ke tahun, temuan inovasi baru JPIP lebih banyak di sektor tersebut. Itu disebabkan tantangan layanan kesehatan memang jauh lebih kompleks. Kompleksitas itulah yang selalu menghasilkan berbagai ide.

Itu berbeda dengan urusan sektor lain yang dapat dipilah dalam skala prioritas. Dalam urusan kesehatan, hampir semua masalah yang dihadapi merupakan prioritas yang sulit ditunda penyelesaiannya. Masalah dalam urusan kesehatan bila diabaikan akan memunculkan masalah baru.

Dalam indikator evaluasinya, JPIP mengangkat beberapa isu strategis layanan kesehatan. Mulai ketercukupan SDM, sarana prasarana, aksesibilitas layanan, sampai manajemen layanan dan perlindungan kesehatan masyarakat. Ternyata, bagi daerah, semua isu strategis itu merupakan prioritas masalah kesehatan yang harus segera ditangani, tanpa mengabaikan salah satu di antara yang lainnya.
Berbeda dengan urusan lainnya yang bisa berupa program bulanan maupun semesteran, urusan layanan kesehatan bagi pemerintah daerah merupakan layanan harian yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Dengan demikian, potensi komplain masyarakat atas layanan kesehatan juga muncul setiap hari. Dalam wilayah yang berbeda, berarti terjadi komplain serentak.

Hal lain yang membuat urusan kesehatan menjadi tantangan berat pemerintah daerah adalah karena kesehatan tidak sekadar upaya pengobatan atau rehabilitasi penyakit (kuratif). Pemda bertanggung jawab pula atas upaya perlindungan dan pencegahan penyakit (preventif bagi masyarakat). Bahkan, daerah berperan sebagai regulator bagi layanan kesehatan swasta.

Karena itu, pemda tidak bisa hanya memprioritaskan layanan yang lebih bersifat kuratif, seperti sekadar mempercanggih layanan rumah sakit. Daerah membutuhkan puskesmas yang memiliki tanggung jawab kewilayahan untuk melakukan upaya kesehatan preventif, seperti penyuluhan kesehatan. Pada saat yang sama, upaya kesehatan kuratif maupun preventif harus dirasakan secara merata.

Dengan demikian, ketika daerah memprioritaskan pemenuhan tenaga kesehatan sementara sarana prasarana masih kekurangan, layanan kesehatan tidak bisa jalan. Di sisi lain, pemenuhan SDM dan sarana prasarana pada saat yang sama harus disertai pemerataan layanan. Aksesibilitas menjadi hal penting. Dalam bahasa sederhana, aksesibilitas diartikan mudahnya layanan, murahnya layanan, dan meratanya layanan kesehatan.

Temuan JPIP menjelang Otonomi Award 2010 ini menunjukkan tren daerah yang tidak bisa mengabaikan pemerataan atau kemudahan akses layanan bagi warga. Salah satu program yang mencerminkan pemerataan akses layanan adalah jamkesmasda (jaminan kesehatan masyarakat daerah). Hampir semua kabupaten/kota memiliki program jamkesmasda, meski dengan nama yang berbeda. Jamkesmasda merupakan perluasan dari jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) yang merupakan program pemerintah pusat bagi layanan kesehatan masyarakat miskin.

Jamkesmasda diproyeksikan bagi keluarga miskin yang tidak terdaftaf dalam kuota jamkesmas yang dikeluarkan pemerintah pusat. Dengan demikian, semua keluarga miskin dapat berobat gratis di puskesmas maupun RSUD pada beberapa jenis layanan yang disediakan. Sebagian besar keluarga miskin ditanggung APBN, sementara yang lainnya ditanggung APBD.

Jamkesmasda memang memenuhi aspek pemerataan secara pengelompokan masyarakat. Tetapi, pemerataan secara kewilayahan tetap menjadi "PR" pemda pada layanan kesehatan. Oleh karena itu, optimalisasi layanan puskesmas sepanjang waktu perlu terus dioptimalkan. Sejumlah program yang menunjang kinerja atau dikoordinasikan puskesmas menjadi andalan daerah dalam memberikan layanan kesehatan bagi warganya.

Salah satu yang banyak dilakukan di Jawa Timur adalah penerapan sistem informasi kesehatan (SIK) di puskesmas, sebagian menamakan SIMPUS. Hal itu bahkan menjadi impian semua dinas kesehatan kabupaten/kota di Jawa Timur.

Permudah Layanan

Penerapan sistem informasi kesehatan memang terbukti menguntungkan kinerja puskesmas. Layanan kuratif di puskesmas bisa dipercepat. Mulai loket pendaftaran pasien, ruang pengobaan, sampai pemberian obat terintegrasi melalui jaringan komputer. Data pasien dan riwayat penyakit tersimpan dalam database sistem informasi kesehatan tersebut. Dengan demikian, pelayanan bisa lebih cepat dan efisien. Kartu pasien yang manual tidak lagi diperlukan. Biaya pengadaan kertas bisa dikurangi.

Sistem informasi kesehatan (SIK) dapat dimanfaatkan pula untuk fungsi kinerja preventif puskesmas dan dinas kesehatan secara luas. Selain database pasien dan riwayat kesehatannya, SIK banyak dikembangkan untuk memuat surveillance data kesehatan di wilayah puskesmas. Bahkan, ada puskesmas yang mengembangkan SIK dalam berbagai modul, seperti sistem informasi gizi masyarakat, sistem informasi sanitasi masyarakat, serta sistem informasi kesehatan ibu dan anak. Berbagai modul SIK di puskesmas dapat diintegrasikan ke dalam jaringan informasi kesehatan yang lebih luas (SIK kabupaten).

Database SIK itu dapat dipakai untuk membuat kebijakan dan program strategis di bidang kesehatan, baik di setiap wilayah puskesmas maupun se-kabupaten/kota. Data kesehatan hasil surveillance yang dilakukan petugas sepanjang waktu terdokumentasi dan menjadi database yang dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu untuk berbagai kebutuhan. Dengan memanfaatkan data SIK pula, upaya kebijakan pemerataan dan kemudahan akses layanan bagi masyarakat bisa dilakukan.

Untuk program inovasi kesehatan lain, seperti pemenuhan tenaga kesehatan dan sarana prasarana, target utamanya adalah pemerataan dan akses layanan. Hampir semua program berangkat dari pesoalan kekurangan tenaga kesehatan dan sarana prasarana. Untuk mengatasi persoalan itu, beberapa daerah menyiasati dengan program dokter desa, dokter spesialis puskesmas, dan dokter keluarga. Untuk mengatasi kekurangan bidan, dilakukan program kemitraan bidan dan dukun bayi.

metode kontrasepsi barier

PEMBAHASAN
I. Pengertian Metode Barier
Metode kontrasepsi dengan cara menghalangi pertemuan sperma dengan sel telur yang sifatnya sementara, yakni menghalangi masuknya sperma sejak vagina sampai kanalis servikalis.

II. Klasifikasi Kontrasepsi Metode Barier/Mekanik

1. Kondom

a) Defenisi:
Kondom adalah suatu alat kontrasepsi berupa sarung dari karet yang iselubungkan ke organ intim lelaki, yang bekerja dengan cara mencegah sperma bertemu dengan sel telur sehingga tidak terjadi pembuahan.

b) Keuntungan:
Mudah, murah, cukup efektif bila di pakai secara benar, dan keefektifannya dapat di rasakan metode ini cukup aman kecuali yang memiliki alergi terhadap lateks.

c) Kerugian:
kurang praktis karena harus di pakai setiap kali akan melakukan hubungan seksual ,sehingga harus selalu ada persediaan apalagi bila sedang bepergian .kondom mengurangi kenikmatan dalam berhubungan

d) Indikasi:
Selain dari alat kontrasepsi kondom juga salah satu cara pencegahan penyakit menular seksual (PMS).

e) cara pemasangan kondom yang benar



# persiapan kondom terlebih dahulu dengan membuka bungkusan sedikit. yang harus di ingati bahwa kondom jangan sampai terjatuh karena bisa membawa kuman masuk ke dalam tubuh


# apabila penis telah ereksi maka sarungkanlah kondom ke penis dengan syarat bharus meninggalkan ujung kondom untuk menampung sperma


# kondom harus di sarungkan sampai kangkal penis, apabila selesai berhubungan maka hati-hati untuk mencopotkondom dari penis karena sperma bisa tertumpah.



# buanglah ke dalam tung sampah dengan membungkus dengan tisu atau kertas agar tidak di permaikan oleh anak-anak.

f) Keterbatasan
• Efektivitas tidak terlalu tinggi
• Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi
• Agak mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan langsung)
• Pada beberapa klien bias menyebabkan kesilatan untuk mempertahankan ereksi
• Harus selalu tersadia satiap kali berhubungan seksual
• Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum
• Pembuahan kondom bekas mungkin menimbulkan masalah dalam hal limbah

2. Spermisida

a) Defenisi:
Spermisida adalah bahan kimia (biasanya non oksinol-9) digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma.Dikemas dalam bentuk:
• Aerosol
• Tablet vaginal,suppositoria,atau dissolvable film
• Krim
b) Cara kerja:
Menyebabkan sel membrane sperma terpecah,memperlambat pergerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembuahan sel telur.


c) Pilihan:
1. Busa(Aerosol)efektif segera setelah insersi
2. Busa spermisida dianjurkan apabila digunakan hanya sebagai metode kontrasepsi
3. Tablet vagina,suppositoria,dan film penggunaannya disarankan menunggu 10-15 menit sesudah dimasukkan sebelum hubungan seksual
4. Jenis spermisida jelli biasanya hanya digunakan dengan diafragma.

d) Manfaat:
1. Kontrasepsi
• Efektif seketika(busa dan krim)
• Tidak menganggu produksi ASI
• Bisa digunakan sebagai pendukung metode lain
• Tidak mengganggu kesehatan klien
• Tidak mempunyai pengaruh sistemik
• Mudah digunakan
• Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual
• Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus

2. Nonkontrasepsi
• Merupakan salah satu pelindung terhadap IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS

e) Keterbatasan:
1. Efektifitas kurang(18-29 kehamilan per 100 perempuan per tahun pertama)
2. Efektifitas sebagai kontrasepsi bergantung pada kepatuhan mengikuti cara penggunaan
3. Ketergantungan pengguna dari motivasi berkelanjutan dengan memakai setiap melakukan hubungan seksual
4. Penggunaan harus menunggu 10-15 menit setelah aplikasi sebelum melakukan hubungan seksual(tablet busa vagina,suppositoria dan film)
5. Efektifitas aplikasi hanya 1-2 jam

f) Cara Penggunaan:
1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum mengisi aplikator(busa atau krim) dan spermisida
2. Penting untuk menggunakan spermisida setiap melakukan aktifitas hubungan seksual
3. Jarak tunggu sesudah memasukkan tablet vagina atau suppositoria adalah 10-15 menit
4. Tidak ada jarak tunggu setelah memasukkan busa
5. Penting untuk mengikuti anjuran dari pabrik tentang cara penggunaan dan penyimpanan dari setiap produk (misalnya kocok Aerosol sebelum diisi kedalam aplikator)
6. Spermisida ditempatkan jauh didalam vagina sehingga serviks terlindungi dengan baik

 Cara Pengguanaan Aerosol
• Kocok tempat aerosol 20-30 menit sebelum digunakan
• Tempatkan container dengan posisi keatas,letakkan aplikator pada mulut container,dan tekan aplikator untuk mengisi busa
• Sambil berbaring lakukan insersi aplikator ke dalam vagina mendekati serviks.Dorong sampai busa keluar
• Aplikator segera dicuci pakai sabun dan air,tiriskan,dan keringkan.Jangan berbagi aplikator dengan orang lain

 Cara Penggunaan Tablet Vagina atau Suppositoria atau film/tissue
• Cuci tangan sebelum membuka paket
• Lepaskan tablet atau suppositoria dari paket
• Sambil berbaring masukkan tablet vagina atau suppositoria jauh kedalam vagina
• Tunggu sampai 10-15 menit sebelum mulai berhubungan seksual
• Sediakan selalu ekstra pengadaan tablet vagina atau suppositoria ditempat

 Krim
• Insersi kontrasepsi krim setelah dikemas kedalam aplikator sampai penuh,masukkan kedalamm vagina sampai mendekati servik
• Tekan alat pendorong sampai krim keluar.Tidak perlu menunggu kerja krim
• Aplokator harus dicuci dengan sabun dan air sesuai dengan pencegahan infeksi untuk alat-alat ,tiriskan dan keringkan
• Untuk memudahkan pembersihan alat,pisahkan bagian-bagiannya.Jangan berbagi aplikator dengan orang lain
• Sediakan selalu ekstra pengadaan krim terutama apabila ternyata container kosong

3. Diafragma

a) Defenisi
Diafragma adalah kap berbentuk bulat, cembung, terbuat dari lateks (karet) yang dimasukkan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutupi serviks.
b) Jenis
Jenis diafragma antara lain:
1. Flat spring (flat metal band).
2. Coil spring (coiled wire).
3. Arching spring (kombinasi metal spring).
• Flat spring (Diafragma pegas datar).
Jenis ini cocok untuk vagina normal dan disarankan untuk pemakaian pertama kali. Memiliki pegas jam yang kuat dan mudah dipasang.


• Coil spring (Diafragma pegas kumparan)
Jenis ini cocok untuk wanita yang vaginanya kencang dan peka terhadap tekanan. Jenis ini memiliki pegas kumparan spiral dan jauh lebih lunak dari pegas datar.
• Arching spring
Jenis ini bermanfaat pada dinding vagina yang tampak kendur atau panjang dan posisi serviks menyebabkan pemasangan sulit. Tipe ini merupakan kombinasi dari flat spring dan coil spring, dan menimbulkan tekanan kuat pada dinding vagina.
c) Cara Kerja
Alat kontrasepsi metode barier yang berupa diafragma ini mempunyai cara kerja sebagai berikut:
1. Mencegah masuknya sperma melalui kanalis servikalis ke uterus dan saluran telur (tuba falopi).
2. Sebagai alat untuk menempatkan spermisida.
d) Manfaat
Alat kontrasepsi diafragma memberikan dua manfaat secara kontrasepsi dan non kontrasepsi.
Manfaat kontrasepsi
1. Efektif bila digunakan dengan benar.
2. Tidak mengganggu produksi ASI.
3. Tidak mengganggu hubungan seksual karena telah dipersiapkan sebelumnya.
4. Tidak mengganggu kesehatan klien.
5. Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
Manfaat non kontrasepsi
1. Memberikan perlindungan terhadap penyakit menular seksual.
2. Dapat menampung darah menstruasi, bila digunakan saat haid.
e) Keterbatasan
Meskipun alat kontrasepsi diafragma ini mempunyai manfaat secara kontrasepsi maupun non kontrasepsi, tetapi alat ini juga mempunyai keterbatasan. Adapun keterbatasan diafragma, antara lain:
1. Efektifitas tidak terlalu tinggi (angka kegagalan 6-16 kehamilan per 100 perempuan per tahun pertama, bila digunakan dengan spermisida).
2. Keberhasilan kontrasepsi ini tergantung pada cara penggunaan yang benar.
3. Memerlukan motivasi dari pengguna agar selalu berkesinambungan dalam penggunaan alat kontrasepsi ini.
4. Pemeriksaan pelvik diperlukan untuk memastikan ketepatan pemasangan.
5. Dapat menyebabkan infeksi saluran uretra.
6. Harus masih terpasang selama 6 jam pasca senggama.
g) Penilaian Klien
Sebelum alat kontrasepsi diafragma digunakan oleh klien, sebaiknya petugas kesehatan mengkaji klien terlebih dahulu. Sehingga alat kontrasepsi ini sesuai atau tidak digunakan oleh wanita tersebut.
Diafragma

Sesuai untuk klien yang:
Tidak sesuai untuk
klien yang:

Tidak mau atau tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi hormonal (perokok, wanita di atas 35 tahun) Mempunyai umur dan paritas serta masalah kesehatan yang menyebabkan kehamilan resiko tinggi

Tidak menyukai metode yang diberikan oleh petugas kesehatan (AKDR)
Terinfeksi saluran uretra
Menyusui dan memerlukan kontrasepsi pendukung Tidak suka menyentuh alat kelaminnya (vulva dan vagina)

Jarang melakukan hubungan seksual dengan pasangannya Mempunyai riwayat sindrom syok karena keracunan

Ingin melindungi dari penyakit menular seksual
Ingin metode KB efektif

Memerlukan metode sederhana sebelum memilih metode lain


h) Penanganan Efek Samping
Di bawah ini merupakan penanganan efek samping dari pemakaian alat kontrasepsi diafragma.
Efek Samping Atau Masalah Penanganan

Infeksi saluran uretra
Pemberian antibiotik, sarankan mengosongkan kandung kemih pasca senggama atau gunakan metode kontrasepsi lain

Alergi diafragma atau spermisida
Berikan spermisida bila ada gejala iritasi vagina pasca senggama dan tidak mengidap PMS atau bantu memilih metode lain
Rasa nyeri pada tekanan terhadap kandung kemih/rektum
Nilai kesesuaian ukuran forniks dan diafragma. Bila terlalu besar, coba ukuran yang lebih kecil. Follow up masalah yang telah ditangani
Timbul cairan vagina dan berbau
Periksa adanya PMS atau benda asing dalam vagina. Sarankan lepas segera diafragma pasca senggama. Apabila kemungkinan ada PMS, lakukan pemrosesan alat sesuai dengan pencegahan infeksi

Luka dinding vagina akibat tekanan pegas diafragma
Hentikan penggunaan diafragma untuk sementara dan gunakan metode lain. Bila sudah sembuh, periksa kesesuaian ukuran forniks dan diafragma

i) Hal yang Perlu Diperhatikan
Jika ada kemungkinan terjadi sindrom syok keracunan, rujuk segera pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap. Apabila terjadi panas lebih dari 38 derajat Celcius maka berikan rehidrasi per oral dan analgesik.










BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Metode kontrasepsi dengan cara menghalangi pertemuan sperma dengan sel telur yang sifatnya sementara, yakni menghalangi masuknya sperma sejak vagina sampai kanalis servikalis.
Yang termasuk kedalam kontrasepsi metode barier adalah: Kondom, Spermisida, Diafragma. Masing-masing alat KB tersebut menmunyai keuntungan dan kerugian. Dan alat-alat kontrasepsi tersebut efektif bila digunakan dengan baik dan benar.

Senin, 11 April 2011

pemerksaan antropometri

A. Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Antropometri artinya ukuran dari tubuh.
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

B. Keunggulan Antropometri
Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah:
a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri dirumah.
b. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif
c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
d. Biaya relatif murah
e. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas.
f. Secara alamiah diakui kebenaranya.


C. Kelemahan Antropometri
a. Tidak sensitif
b. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi)
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempungaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan terjadi karena:
1) Pengukuran
2) Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
3) Analisis dan asumsi yang keliru
e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
1) Latihan petugas yang tidak cukup
2) Kesalahan alat atau alat tidak ditera
3) Kesulitan pengukuran

D. Jenis Parameter
a. Berat badan
Merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR.
Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan:
1) Parameter yang baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat.
2) Memberi gambaran status gizi sekarang dan gambaran yang baik tentang pertumbuhan
3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas.
4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan pengukur
5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan monitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisian.

Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg
4) Skala mudah dibaca
5) Cukup aman untuk menimbang anak balita.

Cara menimbang/mengukur berat badan:
1) Langkah I
Gantungkan dacin pada:
Dahan pohon
Palang rumah atau penyangga kaki ktiga
2) Langkah 2
Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat
3) Langkah 3
Sebelum dipakai, letakkan bandul geser pada angka 0 (nol)
4) Langkah 4
Pasanglah celana timbang, kotak timbang, atau sarung timbang yang kosong pada dacin.
5) Langkah 5
Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang
6) Langkah 6
Anak di timbang dan seimbangkan dacin
7) Langkah 7
Tentukan berat badan anak dengan membaca angka diujung bandul geser.
8) Langkah 8
Catat hasil penimbangan di atas pada secarik kertas
9) Langkah 9
Geserlah bandul ke angka nol, letakkan batang dacin dalam tali pengaman, setelah itu bayi baru anak dapat diturunkan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang berat badan anak:
1) Pemeriksaan alat timbangan
2) Anak balita yang ditimbang
3) Keamanan
4) Pengetahuan dasar petugas.


b. Umur
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh dan untuk anak 0-2 tahun digunakan bulan penuh.
Contoh : tahun usia penuh.
Umur : 7 tahun 2 bulan dihitung 7 tahun
6 tahun 11 bulan dihitung 6 tahun.

c. Tinggi Badan
Cara mengukur:
1) Tempelkan dengan paku mikrotoa tersebut pada dinding yang lurus datar sehingga tepat 2 meter.
2) Lepaskan sepatu atau sandal.
3) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna
4) Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus lurus menempel pada dinding.
5) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa.

d. Lingkar Lengan Atas
1) Baku lingkar lengan atas yang digunakan sekarang belum dapat mendapat pengujian memadai untuk digunakan di Indonesia.
2) Kesalahan pengukuran LLA (ada berbagai tingkat ketrampilan pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LLA dari pada tinggi badan.
3) Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan.

Cara mengukur:
Yang diukur adalah pertengahan lengan atas sebelah kiri
Lengan dalam keadaan bergantung bebas, tidak tertutup kain atau pakaian
Pita dilingkarkan pada pertengahan lengan tersebut sampai cukup terukur keliling lingkaran lengan.

e. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala.

Alat dan tehnik pengukuran:
Alat yang sering digunakan dibuat dari serat kaca (fiber glas) dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel, tidak mudah patah, pengukuran sebaiknya dibuat mendekati 1 desimal, caranya dengan melingkarkan pita pada kepala.

f. Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan.

Alat dan tehnik pengukuran:
Alat yang digunakan adalah pita kecil, tidak mudah patah, biasanya terbuat dari serat kaca (fiber glas). Pengukuran dilakukan pada garis puting susu. Masalah yang sering dijumpai adalah mengenai akurasi pengukuran (pembaca), karena pernapasan anak yang tidak teratur. PENGUKURAN ANTROPOMETRI
Oleh : Siti Haryani, S.Kep., Ns
Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui ukuran-ukuran fisik seorang anak dengan menggunakan alat ukur tertentu, seperti timbangan dan pita pengukur (meteran)
Ukuran antropometri dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Tergantung umur, yaitu hasil pengukuran disbanding dengan umur. Misalnya, BB terhadap usia atau TB terhadap usia. Dengan demikian, dapat diketahui apakah ukuran yang dimaksud tersebut tergolong normal untuk anak seusianya.
2. Tidak tergantung umur, yaitu hasil pengukuran dibandingkan dengan pengukuran lainnya tanpa memperhatikan berapa umur anak yang diukur.
Misalnya berat badan terhadap umur.
Dari beberapa ukuran antropometri, yang paling sering digunakan untuk menentukkan keadaan pertumbuhan pada masa balita adalah :
1. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang terpenting karena dipakai untuk memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur.
Pada usia beberapa hari, berat badan akan mengalami penurunan yang sifatnya normal, yaitu sekitar !0% dari berat badan lahir. Hal ini disebabkan karena keluarnya mekonium dan air seni yang belum diimbangi asupan yang mencukupimisalnya produksi ASI yang belum lancar. Umumnya berat badan akan kembali mencapai berat badan lahir pada hari kesepuluh.
Pada bayi sehat, kenaikkan berat badan normal pada triwulan I adalah sekitar 700 –1000 gram/bulan, pada triwulan II sekitar 500 – 600 gram/bulan, pada triwulan III sekitar 350 – 450 gram/bulan dan pada triwulan IV sekitar 250 – 350 gram/bulan.
Dari perkiraan tersebut, dapat diketahui bahwa pada usia 6 bulan pertama berat badan akan bertambah sekitar 1 kg/bulan, sementara pada 6 bulanberikutnya hanya + 0,5 kg/bulan. Pada tahun kedua, kenaikannya adalah + 0,25 kg/bulan. Setelah 2 tahun, kenaikkan berat badan tidak tentu, yaitu sekitar 2,3 kg/tahun. Pada tahap adolesensia(remaja) akan terjadi pertambahan berat badan secara cepat ( growth spurt)
Selain perkiraan tersebut, berat badan juga dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus atau pedoman dari Behrman (1992), yaitu :
1. Berat badan lahir rata-rata : 3,25 kg
2. Berat badan usia 3 – 12 bulan, menggunakan rumus :
Umur (bulan) + 9 = n + 9
2 2
3. Berat badan usia 1 – 6 tahun, menggunakan rumus :
( Umur(tahun) X 2) + 8 = 2n + 8
Keterangan : n adalah usia anak
4. Berat badan usia 6 – 12 tahun , menggunakan rumus :
Umur (tahun) X 7 – 5
2
Cara pengukuran berat badan anak adalah :
1. Lepas pakaian yang tebal pada bayi dan anak saat pengukuran. Apabila perlu, cukup pakaian dalam saja.
2. Tidurkan bayi pada meja timbangan. Apabila menggunakan timbangan dacin, masukkan anak dalam gendongan, lalu kaitkan gendongan ke timbangan. Sedangkan apabila dengan berdiri, ajak anak untuk berdiri diatas timbangan injak tanpa dipegangi.
3. Ketika minmbang berat badan bayi, tempatkan tangan petugas diatas tubuh bayi (tidak menempel) untuk mencegah bayi jatuh saat ditimbang.
4. Apabila anak tidak mau ditimbang, ibu disarankan untuk menimbang berat badannya lebih dulu, kemudian anak digendong oleh ibu dan ditimbang
Selisih antara berat badan ibu bersama anak dan berat badan ibu sendiri menjadi berat badan anak. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat rumus berikut :
BB anak = (Berat badan ibu dan anak) – BB ibu
5. Tentukan hasil timbangan sesuai dengan jarum penunjuk pada timbangan.
6. Selanjutnya, tentukan posisi berat badan anak sesuai dengan standar yang berlaku, yaitu apakah status gizi anak normal, kurang atau buruk. Untuk menentukan berat badan ini juga dapat dilakukan dengan melihat pada kurva KMS, apakah berada berat badan anak berada pada kurva berwarna hijau, kuning atau merah.
2. Tinggi Badan ( Panjang badan)
Tinggi badan untuk anak kurang dari 2 tahun sering disebut dengan panjang badan. Pada bayi baru lahir, panjang badan rata-rata adalah sebesar + 50 cm. Pada tahun pertama, pertambahannya adalah 1,25 cm/bulan ( 1,5 X panjang badan lahir). Penambahan tersebut akan berangsur-angsur berkurang sampai usia 9 tahun, yaitu hanya sekitar 5 cm/tahun. Baru pada masa pubertas ada peningkatan pertumbuhan tinggi badan yang cukup pesat, yaitu 5 – 25 cm/tahun pada wanita, sedangkan pada laki-laki peningkatannya sekitar 10 –30 cm/tahun. Pertambahan tinggi badan akan berhenti pada usia 18 – 20 tahun.
Seperti halnya berat badan, tinggi badan juga dapat diperkirakan berdasarkan rumus dari Behram (1992), yaitu :
a. Perkiraan panjang lahir : 50 cm
b. Perkiraan panjang badan usia 1 tahun = 1,5 Panjang Badan Lahir
c. Perkiraan panjang badan usia 4 tahun = 2 x panjang badan lahir
d. Perkiraan panjang badan usia 6 tahun = 1,5 x panjang badan usia 1 tahun
e. Usia 13 tahun = 3 x panjang badan lahir
f. Dewasa = 3,5 x panjang badan lahir atau 2 x panjang badan 2 tahun
Atau dapat digunakan rumus Behrman (1992):
a. Lahir : 50 cm
b. Umur 1 tahun : 75 cm
c. 2 – 12 tahun ; umur (tahun) x 6 + 77
Cara pengukuran tinggi badan anak adalah :
a. Usia kurang dari 2 tahun :
1. Siapkan papan atau meja pengukur. Apabila tidak ada, dapat digunakan pita pengukur (meteran)
2. Baringkan anak telentang tanpa bantal (supinasi), luruskan lutut sampai menempel pada meja (posisi ekstensi)
3. Luruskan bagian puncak kepala dan bagian bawah kaki (telapak kaki tegak lurus dengan meja pengukur) lalu ukur sesuai dengan skala yang tertera.
4. Apabila tidak ada papan pengukur, hal ini dapat dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat tidur (tempat tidur harus rata/datar) berupa garis atau titik pada bagian puncak kepala dan bagian tumit kaki bayi. Lalu ukur jarak antara kedua tanda tersebut dengan pita pengukur. Untuk lebih jelasnya. Lihat gambar 1
b. Usia 2 tahun atau lebih :
1. Tinggi badan diukur dengan posisi berdiri tegak, sehingga tumit rapat, sedangkan bokong, punggung dan bagian belakang kepala berada dalam satu garis vertikal dan menempel pada alat pengukur.
2. Tentukan bagian atas kepala dan bagian kaki menggunakan sebilah papan dengan posisi horizontal dengan bagian kaki, lalu ukur sesuai dengan skala yang tertera. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2.
3. Lingkar kepala
Secara normal, pertambahan ukuran lingkar pada setiap tahap relatif konstan dan tidak dipengaruhi oleh factor ras, bangsa dan letak geografis. Saat lahir, ukuran lingkar kepala normalnya adalah 34-35 cm. Kemudian akan bertambah sebesar + 0,5 cm/bulan pada bulan pertama atau menjadi + 44 cm. Pada 6 bulan pertama ini, pertumbuhan kepala paling cepat dibandingkan dengan tahap berikutnya, kemudian tahun-tahun pertama lingkar kepala bertambah tidak lebih dari 5 cm/tahun, setelah itu sampai usia 18 tahun lingkar kepala hanya bertambah + 10 cm
Adapun cara pengukuran lingkar kepala adalah :
a. Siapkan pita pengukur (meteran)
b. Lingkarkan pita pengukur pada daerah glabella (frontalis) atau supra orbita bagian anterior menuju oksiput pada bagian posterior. Kemudian tentukan hasilnya (lihat Gambar 1)
c. Cantumkan hasil pengukuran pada kurva lingkar kepala
4. Lingkar Lengan Atas (Lila)
Pertambahan lingkar lengan atas ini relatif lambat. Saat lahir, lingkar lengan atas sekitar 11 cm dan pada tahun pertama, lingkar lengan atas menjadi 16 cm. Selanjutnya ukuran tersebut tidak banyak berubah sampai usia 3 tahun.
Ukuran lingkar lengan atas mencerminkan pertumbuhan jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh oleh keadaan cairan tubuh dan berguna untuk menilai keadaan gizi dan pertumbuhan anak prasekolah.
Cara pengukuran lingkar lengan atas sebagai berikut :
a. Tentukan lokasi lengan yang diukur. Pengukuran dilakukan pada lengan bagian kiri, yaitu pertengahan pangkal lengan dan siku. Pemilihan lengan kiri tersebut dengan pertimbangan bahwa aktivitas lengan kiri lebih pasif dibandingkan dengan lengan kanan sehingga ukurannya lebih stabil. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 3.
b. Lingkarkan alar pengukur pada lengan bagian atas seperti pada gambar ( dapat digunakan pita pengukur). Hindari penekanan pada lengan yang diukur saat pengukuran.
c. Tentukan besar lingkar lengan sesuai dengan angka yang tertera pada pita pengukur
d. Catat hasil pada KMS
5. Lingkar Dada
Sebagaimana lingkar lengan atas, pengukuran lingkar dada jarangdilakukan. Pengukurannya dilakukan pada saat bernapas biasa ( mid respirasi ) pada tulang Xifoidius( insicura substernalis). Pengukuran lingkar dada ini dilakukan dengan posisi berdiri pada anak yang lebih besar, sedangkan pada bayi dengan posisi berbaring.
Cara pengukuran lingkar dada adalah :
a. Siapkan pita pengukur
b. Lingkarkan pita pengukur pada daerah dada seperti pada gambar 1
c. Catat hasil pengukuran pada KMS
Referensi :
Nursalam, 2005, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak ( untuk perawat dan bidan), edisai pertama, Jakarta : Salemba Medika
Soetjiningsih, 2005, Tumbuh Kembang pada Anak, Jakarta : EGC

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

Ruang lingkup standar kebidana meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut:
a) Standar Pelayanan Umum (2 standar)
b) Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)
c) Standar Pertolongna Persalinan (4 standar)
d) Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
e) Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri-neonatal (9 standar)

A. STANDAR PELAYANAN UMUM
STANDAR 1 : PERSIAPAN UNTUK KEHIDUPAN KELUARGA SEHAT
• Tujuan:
Memberikan penyuluh kesehatan yang tepat untuk mempersiapkan kehamilan yang sehat dan terencana serta menjadi orang tua yang bertanggung jawab.
• Pernyataan standar
Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap segala hal yag berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan umum, gizi, KB dan kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.
• Hasil dari pernyataan standar
 Masyarakat dan perorangan ikut serta dalam upaya mencapai kehamilan yang sehat
 Ibu, keluarga dan masyarakat meningkat pengetahuannya tentang fungsi alat-alat reproduksi dan bahaya kehamilan pada usia muda
 Tanda-tanda bahaya pada kehamilan diketahui oleh keluarga dan masyarakat.
• Persyaratan
1. Bidan bekerjasama dengan kader kesehatan dan sector terkait sesuai dengan kebutuhan

2. Bidan didik dan terlatih dalam:
2.1 Penyuluhan kesehatan.
2.2 Komunikasi dan keterampilan konseling dasar.
2.3 Siklus menstruasi, perkembangan kehamilan, metode kontrasepsi,gizi, bahaya kehamilan pada usia muda, kebersihan dan kesehatan diri, kesehatan/ kematangan seksual dan tanda bahaya pada kehamilan.
3. tersedianya bahan untuk penyuluhan kesehatan tentang hal-hal tersebut di atas.
Penyuluhan kesehatan ini akan efektif bila pesannya jelas dan tidak membingungkan.

STANDAR 2 : PENCATATAN DAN PELAPORAN
• Tujuannya:
Mengumpulkan, mempelajari dan menggunakan data untuk pelaksanaan penyuluhan, kesinambungan pelayanan dan penilaian kinerja.
• Pernyataan standar:
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya dengan seksama seperti yang sesungguhnya yaitu, pencatatan semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian peayanan yang telah diberikan sendiri oleh bidan kepada seluruh ibu hamil/ bersalin, nifas dan bayi baru lahir semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada masyarakat. Disamping itu, bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan dengan ibu hamil, ibu dalam proses melahirkan,ibu dalam masa nifas,dan bayi baru lahir. Bidan meninjau secara teratur catatan gtersebut untuk menilai kinerja dan menyusun rencana kegiatan pribadi untuk meningkatkan pelayanan.

• Hasil dari pernyataan ini:
 Terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang baik.
 Tersedia data untuk audit dan pengembangan diri.
 Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kehamilan, kelahiran bayi dan pelsysnsn kebidanan.
• Prasyarat :
1. Adanya kebijakan nasional/setempat untuk mencatat semua kelahiran dan kematian ibu dan bayi
2. Sistem pencatatan dan pelaporan kelahiran dan kematian ibu dan bayi dilaksanakan sesuai ketentuan nasional atau setempat.
3. Bidan bekerja sama dengan kader/tokoh masyarakat dan memahami masalah kesehatan setempat.


4. Register Kohort ibu dan Bayi, Kartu Ibu, KMS Ibu Hamil, Buku KIA, dan PWS KIA, partograf digunakan untuk pencatatan dan pelaporan pelayanan. Bidan memiliki persediaan yag cukup untuk semua dokumen yang diperlukan.
5. Bidan sudah terlatih dan terampil dalam menggunakan format pencatatan tersebut diatas.
6. Pemetaan ibu hamil.
7. Bidan memiliki semua dokumen yang diperlukan untuk mencatat jumlah kasus dan jadwal kerjanya setiap hari.
• Hal yang harus diingat pada standar ini:
 Pencatatan dan pelaporan merupakan hal yang penting bagi bidan untuk mempelajari hasil kerjanya.
 Pencatatn dan pelaporan harus dilakukan pada saat pelaksanaan pelayanan. Menunda pencatatan akan meningkatkan resiko tidak tercatatnya informasi pentig dalam pelaporan.
 Pencatatn dan pelaporan harus mudah dibaca, cermat dan memuat tanggal, waktu dan paraf


B. STANDAR PELAYANAN ANTENATAL
STANDAR 3 : IDENTIFIKASI IBU HAMIL
• Tujuannya :
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memerikasakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
• Hasil dari identifikasi ini :
 Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan
 Ibu, suami, anggota masyarakat menyadari manfaat pemeriksaan kehamilan secara dini dan teratur, serta mengetahui tempat pemeriksaan hamil.
 Meningkatnya cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan 16 minggu.
• Persyaratannya antara lain :
Bidan bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan kader untuk menemukan ibu hamil dan memastikan bahwa semua ibu hamil telah memeriksakan kandungan secara dini dan teratur.
• Prosesnya antara lain :
Melakukan kunjungan rumah dan penyuluhan masyarakat secara teratur untuk menjelaskan tujuan pemeriksaan kehamilan kepada ibu hamil, suami, keluarga maupun masyarakat.



STANDAR 4 : PEMERIKSAAN DAN PEMANTAUAN ANTENATAL
• Tujuaanya :
Memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi dini komplikasi kehamilan.
• Pernyataan standar :
Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal.
Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/ kelsinan khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV ; memberikan pelayanan imunisasi,nasehat, dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
• Hasilnya antara lain :
 Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan
 Meningkatnya pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat. Deteksi dini dan komplikasi kehamilan.
 Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda bahaya kehamilan dan tahu apa yang harus dilakukan.
 Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi kegawatdaruratan.
• Persyaratannya antara lain :
Bidan mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas, termasuk penggunaan KMS ibu hamil dan kartu pencatatanhasil pemeriksaan kehamilan (kartu ibu )
• Prosesnya antara lain :
Bidan ramah, sopan dan bersahabat pada setiap kunjungan.
STANDAR PELAYANAN 5 : PALPASI ABDOMINAL
• Tujuannya :
Memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan janin, penentuan letak, posisi dan bagian bawah janin.
• Pernyataan standar :
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan seksama dan melakukan partisipasi untuk memperkirakan usia kehamilan. Bila umur kehamialn bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah, masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.

• Hasilnya :
 Perkiraan usia kehamilan yang lebih baik.
 Diagnosis dini kehamilan letak, dan merujuknya sesuai kebutuhan.
 Diagnosis dini kehamilan ganda dan kelainan lain serta merujuknya sesuai dengan kebutuhan
• Persyaratannya :
1. Bidan telah di didik tentang prosedur palpasi abdominal yang benar.
2. Alat, misalnya meteran kain, stetoskop janin, tersedia dalam kondisi baik.
3. Tersedia tempat pemeriksaan yang tertutup dan dapat diterima masyarakat.
4. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA , kartu ibu untuk pencatatan.
5. Adanya sistem rujukan yang berlaku bagi ibu hamil yang memerlukan rujukan.
Bidan harus melaksanakan palpasi abdominal pada setiap kunjungan antenatal.
STANDAR 6 : PENGELOLAAN ANEMIA PADA KEHAMILAN
• Tujuan :
Menemukan anemia pada kehamilan secara dini, dan melakukan tindak lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum persalinan berlangsung.
• Pernyataan standar :
 Ada pedoman pengolaan anemia pada kehamilan.
 Bidan mampu :
Mengenali dan mengelola anemia pada kehamilan
Memberikan penyuluhan gizi untuk mencegah anemia.
 Alat untuk mengukur kadar HB yang berfungsi baik.
 Tersedia tablet zat besi dan asam folat.
 Obat anti malaria (di daerah endemis malaria )
 Obat cacing
 Menggunakan KMS ibu hamil/ buku KIA , kartu ibu.
• Proses yang harus dilakukan bidan :
Memeriksa kadar HB semua ibu hamil pada kunjungan pertama dan pada minggu ke-28. HB dibawah 11gr%pada kehamilan termasuk anemia , dibawah 8% adalah anemia berat. Dan jika anemia berat terjadi, misalnya wajah pucat, cepat lelah, kuku pucat kebiruan, kelopak mata sangat pucat, segera rujuk ibu hamil untuk pemeriksaan dan perawatan selanjutnya.sarankan ibu hamil dengan anemia untuk tetap minum tablet zat besi sampai 4-6 bulan setelah persalinan.
STANDAR 7 : PENGELOLAAN DINI HIPERTENSI PADA KEHAMILAN
• Tujuan :
Mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindakan yang diperlukan.
• Pernyataan standar:
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenal tanda serta gejala pre-eklampsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
• Hasilnya:
 Ibu hamil dengan tanda preeklamsi mendapat perawatan yang memadai dan tepat waktu.
 Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat eklampsi.
• Persyaratannya :
1. Bidan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, pengukuran tekanan darah.
2. Bidan mampu :
Mengukur tekanan darah dengan benar
Mengenali tanda-tanda preeklmpsia
Mendeteksi hipertensi pada kehamilan, dan melakukan tindak lanjut sesuai dengan ketentuan.
STANDAR 8 PERSIAPAN PERSALINAN
• Pernyataan standar:
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan di rencanakan dengan baik.
• Prasyarat:
1. Semua ibu harus melakukan 2 kali kunjungan antenatal pada trimester terakhir kehamilan
2. Adanya kebijaksanaan dan protokol nasional/setempat tentang indikasi persalinan yang harus dirujuk dan berlangsung di rumah sakit
3. Bidan terlatih dan terampil dalam melakukan pertolongan persalinan yang aman dan bersih.
4. Peralatan penting untuk mel;akukan pemeriksaan antenatal tersedia
5. Perlengkapan penting yang di poerlukan untuk melakukan pertolongan poersalinan yang bersih dan aman tersedia dalam keadaan DTT/steril
6. Adanya persiapan transportasi untuk merujuk ibu hamil dengan cepatjika terjadi kegawat daruratan ibu dan janin
7. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA kartu ibu dan partograf.
8. Sistem rujukan yang efektif untuk ibu hamil yang mengalami komplikasi selama kehamilan.


C. STANDAR PERTOLONGAN PERSALINAN
STANDAR 9 : ASUHAN PERSALINAN KALA SATU
• Tujuan :
Untuk memberikan pelayanan kebidanan yang memadai dalam mendukung pertolongan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi.
• pernyataan standar:
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai,kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung.
• Hasilnya:
1. Ibu bersalin mendapatkan pertolongan darurat yang memadai dan tepat waktu bia diperlukan.
2. Meningkatkan cakupan persalinan dan komplikasi lainnya yang ditolong tenaga kesehatan terlatih
3. Berkurangnya kematian/ kesakitan ibu atau bayi akibat partus lama.
STANDAR 10: PERSALINAN KALA DUA YANG AMAN
• Tujuan :
Memastikan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi

• Pernyataan standar:
Menggunakmengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan, memperpendekt dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
• Persyaratan:
1. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas/ ketuban pecah
2. Bidan sudah terlatih dan terampil dalam menolong persalinan secara bersih dan aman.
3. Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan termasuk sarung tangan steril
4. Perlengkapan alat yang cukup.
Standar 11: penatalaksanaan aktif persalinan kala III
• Tujuan :
Membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap untuk mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan, memperpendek kala 3, mencegah atoni uteri dan retensio plasenta

• Pernyataan standar:
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
Standar 12: penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomy
• Tujuan :
Mempercepat persalinan dengan melakukan episiotomi jika ada tanda-tanda gawat janin pada saat kepala janin meregangkan perineum.
• Pernyataan standar :
Bidan mengenali secara tepat tanda tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera melakukan episiotomy dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
D. STANDAR PELAYANAN MASA NIFAS
Standar 13 : perawatan bayi baru lahir
• Tujuan : menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu dimulainya pernafasan serta mencegah hipotermi, hipokglikemia dan in feksi
• Pernyataan standar:
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah dan menangani hipotermia.
Standar 14: penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan
• Tujuan : mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersi dan aman selama kala 4 untuk memulihkan kesehata bayi, meningkatkan asuhan sayang ibu dan sayang bayi,memulai pemberian IMD
• Pernyataan standar:
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang di perlukan.
Standar 15: pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas
• Tujuan : memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan penyuluhan ASI ekslusif
• Pernyataan standar:
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu ke dua dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, ;erawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.
E. STANDAR PENANGANAN KEGAWATAN OBSTETRI DAN NEONATAL
Standar 16: penanganan perdarahan dalam kehamilan pada trimester III
• Tujuan : mengenali dan melakukan tindakan cepat dan tepat perdarahan dalam trimester 3 kehamilan
• Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Standar 17: penanganan kegawatan dan eklampsia
• Tujuan : mengenali secara dini tanda-tanda dan gejala preeklamsi berat dan memberiakn perawatan yang tepat dan segera dalam penanganan kegawatdaruratan bila ekslampsia terjadi
• Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklampsia mengancam, serta merujuk dan atau memberikan pertolongan pertama.
Standar 18: penanganan kegawatan pada partus lama
• Tujuan : mengetahui dengan segera dan penanganan yang tepat keadaan kegawatdaruratan pada partus lama/macet.
• Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
Standar 19: persalinan dengan penggunaan vakum ekstraktor
• Tujuan : untuk mempercepat persalinan pada keadaan tertentu dengan menggunakan vakum ekstraktor.
• Pernyataan standar:
Bidan mengenali kapan di perlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar dalam memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan janin / bayinya.


Standar 20: penanganan retensio plasenta
• Tujuan : mengenali dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retensio plasenta total / persial.
• Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan pertolongan pertama termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai dengan kebutuhan.
Standar 21: penanganan perdarahan postpartum primer
• Tujuan : mengenali dan mengambil tindakan pertolongan kegawatdaruratan yang tepat pada ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer / atoni uteri.
• Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama untuk mengendalikan perdarahan.
Standar 22: penanganan perdarahan post partum sekunder
• Tujuan : mengenali gejala dan tanda-tanda perdarahan postpartum sekunder serta melakukan penanganan yang tepat untuk menyelamatkan jiwa ibu.
• Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan post partum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu, atau merujuknya.
Standar 23: penanganan sepsis puerperalis
• Tujuan : mengenali tanda-tanda sepsis puerperalis dan mengambil tindakan yang tepat.
• Pernyataan standar:
Bidan mampu mengamati secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.
Standar 24: penanganan asfiksia neonaturum
• Tujuan : mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum, mengambil tindakan yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia neonatorum.
• Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang di perlukan dan memberikan perawatan lanjutan.

Senin, 04 April 2011

perawatan payudara

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam meningkatkan pemberian ASI pada bayi, masalah utama dan prinsip yaitu bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan dan informasi serta dukungan agar merawat payudara pada waktu hamil untuk mempersiapkan ASI pada saat melahirkan sehingga menambah keyakinan bahwa mereka dapat menyusui bayinya dengan baik dan mengetahui fungsi dan manfaat perawatan payudara pada saat hamil.
Salah satu upaya agar produksi ASI pada saat menyusui lancar, ibu hamil dianjurkan untuk merawat payudara dengan metode dan teknik yang benar. Tahap ini sangat penting dilakukan karena proses laktasi sudah dimulai sejak kehamilan. Teknik perawatan payudara ibu hamil terdiri dari 2 tahap, yaitu pemeriksaan payudara dan persiapan puting susu.
Perawatan payudara sebaiknya dilakukan selama masa kehamilan bukan sudah sesudah persalinan. Dengan melakukan perawatan payudara dengan benar dan teratur dapat menguatkan, melenturkan dan mengatasi terpendamnya puting susu sehingga bayi mudah menghisap ASI dan juga menjaga keberhasilan payudara, mencegah penyumbatan dan bermanfaat untuk memperkuat kulit sehingga mencegah terjadinya luka pada saat mulai menyusui.

B. Tujuan
• Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan perawatan payudara yang normal maupun apnormal.



BAB II
TEORITIS
PERAWATAN PAYUDARA
A. Pengertian
Perawatan payudara adalah upaya untuk menjaga kebersihan payudara dan langkah pemeliharaan payudara untuk menghindari terjadinya masalah-masalah yang menghalangi atau menghambat kelancaran proses laktasi.Pada masa menyusui, payudara harus dirawat agar tidak timbul masalah pada masa menyusui

B. Tujuan
Tujuan perawatan payudara adalah :
• Menjaga kebersihan payudara
• Mencegah terjadinya masalah pada payudara
• Menghindari terjadinya infeksi
• Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah lecet
• Untuk menonjolkan puting susu
• Menjaga bentuk buah dada tetap bagus
• Untuk mencegah terjadinya penyumbatan
• Untuk memperbanyak produksi ASI
• Untuk mengetahui adanya kelainan

C. Waktu pelaksanaan
Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini mungkin yaitu 1 – 2 hari sesudah bayi dilahirkan. Hal itu dilakukan 2 kali sehari yaitu pada waktu mandi pagi dan mandi sore.


D. Manfaat Perawatan Payudara
Manfaat perawatan payudara yaitu :
• Merangsang kelenjar-kelenjar air susu sehingga produksi ASI banyak dan lancar.
• Dapat mendeteksi kelainan-kelainan payudara secara dini
• Mempersiapkan mental ibu untuk menyusui

E. Perawatan Payudara Normal
Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini mungkin yaitu 1 – 2 hari sesudah bayi dilahirkan. Hal itu dilakukan 2 kali sehari.

Pelaksanaan Perawatan Payudara

Persiapan Alat :
• Baby oil secukupnya.
• Kapas secukupnya
• Waslap 2 buah
• Handuk bersih 2 buah
• Bengkok
• 2 baskom berisi air (hangat dan dingin)

Persiapan :
• Siapkan alat dan bahan
• Lakukan informed consent pada pasien
• Cuci tangan
• Berdiri dibelakang ibu





Pelaksanaan :
1. Siapkan alat dan bahan
Letakkan alat dan bahan secara ekonomis
2. Lakukan informed consent
Jelaskan tindakan yang akan dilakukan sampai klien mengerti dan menyetujui tindakan yang akan kita lakukan
3. Cuci tangan
Biasakan mencuci tangan sebelum tindakan dibawah air mengalir dengan menerapkan 7 prinsip mencuci tangan
4. Tempelkan kapas yang sudah diberi minyak kelapa selama ± 5 menit, kemudian puting susu dibersihkan
5. Licinkan ke-2 tangan dengan minyak
6. Tempatkan ke-2 telapak tangan diantara ke-2 payudara
7. Lakukan pengurutan, dimulai kearah atas, kesamping lalu kebawah. Dalam pengurutan posisi tangan kanan kearah sisi kanan dan tangan kiri kearah sisi kiri
8. Teruskan pengurutan kebawah, kesamping, melintang, lalu kedepan.Setelah pengurutan kedepan dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20-30 kali untuk tiap payudara
9. Sokong payudara dan urut dengan jari tangan.
Sokong payudara kiri dengan tangan kiri lalu 3 jari tangan kanan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara sampai pada putting susu. Lakukan tahap yang sama pada payudara kanan, lakukan 2 kali gerakan pada tiap payudara
10. Sokong payudara dan urut sisi kelingking.
Sokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi kearah putting susu. Lakukan tahap yang sama pada kedua payudara. Lakukan gerakan ini sekitar 30 kali.
11. Bersihkan payudara dengan waslap
Membersihkan payudara dari bekas minyak dengan menggunakan waslap basah dan hangat.
12. Lap payudara ibu dengan handuk kecil dan gunakan handuk kering untuk mengelap

13. Mencuci tangan
Biasakan mencuci tangan setelah tindakan dengan menggunakan 7 prinsip mencuci tangan.

F. Perawatan payudara dengan masalah
• Putting susu datar atau terbenam
Bila pada masa menyusui putting susu ibu datar atau terbenam maka perlu dilakukan tindakan penanganan. Untuk mengetahui apakah putting datar atau tidak, cubitlah areola disisi putting susu ibu dengan ibu jari dan jari telunjuk. Putting susu yang normal akan menonjol, dan bila tidak berarti putting susu datar. Penanganan yang dapat dilakukan pada keadaan putting susu datar atau terbenam dengan cara :
a. Memegang putting dengan ibu jari dan telunjuk dimana sebelumnya tangan telah dicuci, kemudian gerakkan ibu jari dan telunjuk berlawanan arah, sehingga seperti gerakan mencubit.
b. Melankukan gerakan Hoffman yaitu dengan meletakkan kedua jari telunjuk atau ibu jari didaerah areola, kemudian dilakukan pengurutan kearah yang berlawanan.
c. Menggunakan pompa putting susu atau spuit 10 cc yang sudah dimodifikasi setiap hari.





• Putting susu lecet
Sebanyak 57 % ibu yang menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan pada putting susu
Penyebab putting susu lecet yaitu :
a. Kesalahan dalam tekhnik menyusui, bayi tidak menyusui sampai aerola tertutup oleh mulut bayi.
b. Monoliasis pada mulut bayi yang menular pada putting susu ibu
c. Akibat dari pemakaian sabun, alcohol, krim / zat iritan lainnya untuk mencuci putting susu.
d. Bayi dengan tali lidah yang pendek sehingga menyebabkan bayi sulit menghisap sampai kekalang payudara dan isapan hanya pada putting susu saja.
e. Rasa nyeri juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusui dengan kurang hati-hati.
Penaganan :
- Susukan bayi pada putting yang lecetnya lebih sedikit lebih sedikit atau putting yang masih normal terlebih dahulu baru digantikan keputing yang lecet
- Setiap selesai menyusui putting susu diolesi asi dan biarkan mongering dengan sendirinya
- Jangan gunakan sabun, alcohol atau zat lain untuk membersihkan putting susu
- Apabila luka semakin berat, putting susu diistirahatkan sampai memungkinkan kembali bayi menyusu pada putting yang sakit
- Selama diistirahatkan ASI dikeluarkan dengan tangan dan sebaiknya tidak dengan pompa Setelah menyusui lepaskan isapan bayi dengan cara yang benar.




• Payudara bengkak
Payudara bengkak terjadi karena penumpukan cairan ringan dibawah kulit yang disebabkan oleh tidak lancarnya aliran pembuluh darah atau saluran limfe akibat ASI yang mengumpul di dalam payudara. Payudara bengkak dapat ditangani dengan cara :
- Bayi terus disusui, sebaiknya lebih sering dan paling sedikit 10-15 menit pada tiap payudara sehingga mengurangi rasa bengkak
- Setiap kali menyusui payudara harus sampai kosong
- Gunakan bra yang dapat menopang dengan baik.
- Gunakan kompres dingin untuk mengurangi rasa tidak enak
- Kompres panas untuk melancarkan aliran darah
- Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri
- Asi dapat diperas sedikit dengan tangan, frekuensi pengeluaran harus lebih sering
- Beritahu ibu bahwa dalam 1-2 hari keluhan akan reda.

• Saluran susu tersumbat
Saluran susu tersumbat merupakan suatu keadaan dimana terjadinya sumbatan pada salah satu atau lebih saluran susu yang disebabkan oleh beberapa hal, misalnya tekan jari pada payudara ketika menyusui, pemakaian bra yang terlalu ketat, dan masalah payudara bengkak yang berlanjut sehingga kumpulan ASI dalam saluran susu tidak segera dikeluarkan.
Saluran susu tersumbat dapat diatasi dengan :
- Perawatan payudara setelah persalinan secara teratur
- Pemakaian bra yang menompang dan tidak terlalu ketat
- Pengeluaran ASI dengan tangan atau pompa bila setelah menyusui payudara masih terasa penuh.




• Mastitis dan abses payudara
Mastitis ialah suatu peradangan pada payudara. Bagian yang terkena menjadi merah, bengkak, terasa nyeri dan panas, temperature ibu meningkat dan kadang disertai mengigil.
Cara mengatasi mastitis antara lain:
- Melakukan kompres hangat pada payudara
- Pemakaian antibiotic sesuai saran dokter
- Pemakain obat untuk menghilangkan rasa sakit
Bila mastitis berlanjut, maka dapat menyebabkan terjadinya abses payudara dimana keadaan ibu tampak lebih parah, payudara lebih merah mengkilap, benjolan sudah tidak sekeras mastitis lagi tetapi mengandung cairan (nanah). Apabila hal ini terjadi maka:
- Dirujuk kedokter untuk diinsisi drainase
- Diberi antibiotic dosis tinggi












JOB SHEET

Opjektif prilaku siswa : 1. Setelah mengikuti kegiatan di laboratorium mahasiswa mampu melakukan perawatan payudara pada ibu menyusui sesuai dengan daftar tilik
2. setelah mengikuti kegiatan di laboratorium mahasiswa mampu mengajarkan ibu menyusui untuk melakukan perawatan payudara
Petunjuk : 1 perawatan payudara dilakukan oleh mahasiswa secara indufidu
2. baca dan pelajari job sheet yang tersedia
3. ikutilah petunjuk instruktur
4. tanyakan pada instruktur jika ada hal-hal yang tidak ada di mengerti
Keselamatan kerja : sebagai catatan dalam melakukan perawatan payudara,maka hindarilah hal-hal sebagai berikut
1. Gerakan yang memarkan putting susu
2. Penarikan putting susu keluar ,karena dapat merusak jaringan payudara
3. Penggesekan di atas payudara ,karena dapat menimbulkan rasa panas pada kulit payudara.


Dasar teori : perawatan payudara tidak hanya di lakukan sebelum melahirkan ,tetapi juga dilakukan setelah melahirkan.perawatan yang di lakukan terhadap payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu ,sehingga memperlancar pengeluaran ASI.
Agar tujuan perawatan ini dapat tercapai perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Lakukan perawatan payudara secara teratur
2. Pelihara kebersihan sehari-hari
3. Pemasukan gizi ibu harus lebih baik dan lebih banyak untuk mencakupi produksi ASI.
4. Ibu harus peercaya diri akan kemampuan menyusui bayinya
5. Ibu harus merasa nyaman dan santai
6. Hindari rasa cemas dan stress ,karena akan menghambat reflex oksitosin.
Pelaksanaan perawatan payudara hendaknya dimulai sedini mungkin ,yaitu 1-2 hari setelah bayi di lahirkan dan dilakukan 2 kali sehari.
Bahan : a. phantom payudara
b. minyak kelapa
c. air hangat
Alat : a. handuk bersih
b. washlap
c. cawan
d. baskom
Persiapan : 1. Siapkan alat dan alat
2. lakukan informedconsent pada pasien
3. cuci tangan
4. berdiri di belakang ibu




A. PERAWATAN PAYUDARA NORMAL

NO LANGKAH GAMBAR
1. Persiapan alat
Key point:
Siapkan alat dan bahan secara ergonomis

2.
Melakukan informed consent.
Key point :
Lakukan informed consent. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan sampai klien mengerti dan menyetujui tindakan yang akan dilakukan.

3. Cuci tangan.
Key point:
Biasakan mencuci tangan sebelum tindakan di bawah air mengalir dengan menerapkan tujuh prinsip mencuci tangan

4. Enempelkan kapas.
Key point :
Tempelkan kapas yang sudah diberi air bersih selama 15 menit pada putting susu.


5. Menempatkan tangan.
Key point :
Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara


6. Lakukan pengurutan.
Key point :
dilmulai kearah atas, ke samping, lalu kebawah. Dalam pengurutan posisi tangan kanan kearah sisi kanan dan tangan kiri kea rah sisi kiri.


7. Pengurutan
Key point :
pengurutan ke bawah, kesamping, melintang, lalu kedepan.
Setelah pengurutan kedepan lalu kedua tangan dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20-30 kali.


8. Sokong payudara dan urut dengan jari tangan.
Key point :
Sokong payudara kiri dengan tangan kiri lalu 3 jari tangan kanan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara sampai pada putting susu. Lakukan tahap yang sama pada payudara kanan, lakukan 2 kali gerakan pada tiap payudara


9. Sokong payudara dan urut sisi kelingking.
Key point :
Sokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi kearah putting susu. Lakukan tahap yang sama pada kedua payudara. Lakukan gerakan ini sekitar 30 kali

10. Bersihkan payudara dengan waslap.
Key point :
Membersihkan payudara dengan menggunakan waslap basah dan hangat.





11. Mengelap payudara.
Key point :
Lap payudara ibu dengan handuk kecil dan gunakan handuk kering untuk mengelap




12. Mencuci tangan.
Key point :
Biasakan mencuci tangan setelah tindakan dengan menggunakan 7 prinsip mencuci tangan.












B. PERAWATAN PAYUDARA BERMASALAH / ABNORMAL

NO LANGKAH GAMBAR
1. Informed consent.
Key point :
Lakukan informed consent. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan sampai klien mengerti dan menyetujui tindakan yang akan dilakukan.


2. Cuci tangan.
Key point :
Biasakan mencuci tangan sebelum tindakan di bawah air mengalir dengan menerapkan tujuh prinsip mencuci tangan.


3. a. Putting susu datar/ terbenam
Key point :
Memegang putting dengan ibu jari dan telunjuk dimana sebelumnya tangan telah dicuci, kemudian gerakkan ibu jari dan telunjuk berlawanan arah, sehingga seperti gerakan mencubit.



b. Melakukan gerakan Hoffman.
Key point :
dengan meletakkan kedua jari telunjuk atau ibu jari didaerah areola, kemudian dilakukan pengurutan kearah yang berlawanan.



4. Mencuci tangan.
Key point :
Biasakan mencuci tangan setelah tindakan dengan menggunakan 7 prinsip mencuci tangan.



PENERAPAN
Mahasiswa mampu mempraktikan perawatan payudara di bawah bimbingan dosen

EVALUASI
1. Mahasiswa dapat melakukanpersiapan dengan baik
2. Mahasiswa dapat melakuakn langkah-langkah perawatan payudara pada phantom secara indifidu
3. Mahasiswa dinilai oleh pembimbing dalam melakukan perawatan payudara langkah demi langkah dengan berpedoman dengan daftar tilik














BAB III
PENUTUP

A KESIMPULAN

Perawatan payudara adalah upaya untuk menjaga kebersihan payudara dan langkah pemeliharaan payudara untuk menghindari terjadinya masalah-masalah yang menghalangi atau menghambat kelancaran prosesnya.jadi untuk mengatasi masalah tersebut dilakukanlah perawatan payudara,dan adapun langkah-langkah perawatan payudara tersebut agar payudaranya dapat memproduksi ASI dengan baik.

B SARAN
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak ditemukan kesalahan-kesalahan yang harus di perbaiki, karena penulis memiliki keterbatasan ilmu dan kemampuan dalam pembuatan makalah.Untuk itu, penulis mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan saran maupun kritikan yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini.












DAFTAR PUSTAKA

Saleha sitti,2009.asuhan kebidanan pada masa nifas,Jakarta :salemba
Mediaka.
http//perawatan payudara.com

VBAC

Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) Dengan Risiko Ruptur Uteri
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) adalah mencoba persalinan vaginal dimana wanita tersebut pernah secsio cesarean. Percobaan VBAC dapat dilakukan pada sebagian besar wanita dengan insisi uterus transversal rendah dan tidak ada kontraindikasi persalinan pervaginam. Keberhasilan VBAC dapat nilai berdasarkan criteria Flamming. Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam hidup ibu dan janin adalah ruptura uteri.Ketika ruptura uteri terjadi, histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia neonatus, kematian ibu dan janin dapat terjadi. Pada pasien ini memenuhi syarat untuk dilakukan VBAC. Penatalaksanaan dilakukan percobaan persalinan spontan dengan persiapan SC emergency.
Definisi Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) adalah mencoba persalinan vaginal dimana wanita tersebut pernah secsio cesarean. Percobaan VBAC dapat dilakukan pada sebagian besar wanita dengan insisi uterus transversal rendah dan tidak ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu4:
1. Satu atau dua seksio dengan insisi transversal rendah
2. Panggul adekuat secara klinis
3. Tidak ada parut uterus lain atau riwayat ruptura uteri
4. Dokter mendampingi selama persalinan, dapat memonitor persalinan dan melakukan seksio sesarea segera ( dalam waktu 30 menit )
5. Tersedianya dokter anastesi dan personil untuk melakukan seksio sesarea segera.
Beberapa persyaratan lainnya antara lain :
1. Tidak ada indikasi seksio sesarea ( partus tak maju )
2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).
3. Segera mungkin pasien dirawat di RS setelah persalinan mulai.
4. Tersedia darah untuk transfusi.
5. Janin presentasi verteks normal.
6. Pengawasan selama persalinan yang baik (personil, partograf, fasilitas)
7. Adanya fasilitas dan perawatan bila dibutuhkan seksio sesarea darurat.
8. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya.
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG 1,4,5 :
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi ekstensif ).
2. Panggul sempit atau makrosomia
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya operator, anastesia, staf atau fasilitas
Untuk memperkirakan keberhasilan VBAC, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu nilai Bishop, persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea, dan indikasi seksio sesarea sebelumya. Weinstein dkk dan Alamia dkk telah menyusun sistem penilaian untuk memperkirakan keberhasilan VBAC.2,6 Namun, menurut ACOG, tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah VBAC akan berhasil atau tidak.3 Sistem penilaian untuk memperkirakan keberhasilan VBAC dari Flamming adalah sebagai berikut 2,6 :
No Faktor Nilai
1 Usia ibu < 40 tahun 2 2 Riwayat persalinan pervaginam : Sebelum dan sesudah secsio cesarean Sesudah secsio cesarean pertama Sebelum secsio cesarean pertama Tidak pernah 4 2 1 0 3 Indikasi secsio cesarean sebelumnya selain partus tak maju 1 4 Pendataran servik: - >75%
- 25-75%
- < 25 % 2 1 0 5 Dilatasi servik > 4 1
Nilai 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 %
Nilal 3 : keberhasilan VBAC 59-60 %
Nilai 4 : keberhasilan VBAC 64-67%
Nilai 5 : keberhasilan VBAC 77-79%
Nilai 6 : keberhasilan VBAC 88-89%
Nilai 7 : keberhasilan VBAC 93%
Nilai 8-10 : keberhasilan VBAC 95-99%
Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam hidup ibu dan janin adalah ruptura uteri. Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas atau tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri komplit, terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan (Cuningham, 2001). 9,10
Adapun risiko ruptura uteri adalah sebagai berikut 10 :
1. Jenis parut uterus 6
2. Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis10
3. Jumlah SS sebelumnya7-10
4. Riwayat persalinan pervaginam10
5. Jarak kelahiran10
6. Usia ibu10
7. Demam pasca seksio 10
8. Ketebalan segmen bawah uterus ( SBU )12

Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri, yaitu (Ash, 1993) 1,7 :
1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah SS, riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat demam pasca SS serta usia ibu.
2. Faktor faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang : makrosomia, usia kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi janin.
3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan : induksi dan augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.
4. Pemantauan penatalaksanaan VBAC terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti takikardi ibu, nyeri suprasimpisis dan hematuria.
5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila terjadi ancaman ruptura uteri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Zinberg S. Vaginal delivery after previous cesarean delivery: A continuing controversy. Clinical obstetrics and gynecology. Lippincott Williams & Wilkins, Inc. 2001;44:561 7
2. Flamm BL, Geiger AM. Vaginal birth after cesarean delivery : an admission scoring system. Obstet Gynecol 1997 ; 90 : 907 – 10.
3. Vaginal Birth after Previous Sesarean Delivery. ACOG Practice Bulletin. 5, 1999.
4. Wing DA, Paul RH. Vaginal Birth after Sesarean Section : Selection and Management. Clinical Obstetrics and Gynecology 1999 ; 42(4) : 836 – 848.
5. Depp R. Cesarean delivery. In : Gabbe SG, Niebly JR, Simpson JL (eds). Obstetrics normal & problem pregnancy. Third edition. Churchill Livingstone. NewYork, 1996:561 642.
6. Weinstein D, Benshushan A, Tanos V, Zilberstein R, Rojansky N. Predictive score
for vaginal birth after cesarean section. Am J Obstet Gynecol 1996 ; 174 : 192 – 8.
7. Ravasia DJ, Wood SL, Pollard JK. Uterine rupture during induce trial of labor among women with previous cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol, 2000; 183: 1176 9
8. Novas J, Myers SA, Gleicher N. Obstetrics outcome of patients with more than one previous cesarean section. Am J Obstet Gynecol, 1989; 160:364 7.
9. Mcmahon MJ, Luther ER, Bowes WA, Olshan AF Comparison of trial of labor with an elective second cesarean section. The New England Journal of Medicine. 1996; 335: 689 95.
10. Abel, O'Brien N. Uterine rupture during VBAC trial of labor : risk factor and fetal response. Journal of midwifery and women's health. 2003 ; 48(4) : 249 – 57.
11. Esposito MA, Menihan CA, Malee MP. Association of interpregnancy with uterine scar failure in labor. A case control study. Am J Obstet Gynecol. 2000;183: 1180 3.
12. Rylander EE, Beeson JH, Aikman RK. Vaginal birth after cesarean delivery. Clin Fam Pract, 2001 ; 3 : 390 4.
Penulis
Zulfia Syafrida, Bagian Ilmu Obstetri dan ginekologi, RSUD Saras Husada, Kab. Purworejo, Jawa Tengah


PELAKSANAAN VBAC
- Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih dan dilakukan persiapan seperti persalinan biasa.
- Dilakukan pemerikssaan NST atau CST ( bila sudah inpartu ), jika dimungkinkan malahan dilakukan continuous electronic fetal heart monitoring.
- Kemajuan persalinan dipantau dan dievaluasi seperti halnya persalinan biasanya, yakni menggunakan partograf standar.
- Setiap patologi persalinan atau kemajuannya, memberikan indikasi untuk segera mengakhiri persalinan itu secepatnya ( yakni dengan seksio sesarea kembali ).
- Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 30 menit, sehingga harus diambil tindakan untuk mempercepat kala II ( ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum ) jika dalam waktu tersebut bayi belum lahir.
- Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan dinding uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan seksio sesarea terdahulu.
- Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri ( perasat Kristeller ).
- Apabila syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tak terpenuhi ( misalnya kala II dengan kepala yang masih tinggi ), dapat dilakukan seksio sesarea kembali.
- Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin irisan mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya akan terdapat 1( satu ) bekas luka / irisan.
PERAWATAN RUMAH SAKIT
Beberapa pasien memerlukan perawatan di rumah sakit menjelang VBAC untuk keamanan persalinan tersebut, yaitu :
- Tingkat pendidikan rendah
- Tempat tinggal jauh
- Transportasi sulit
- Untuk bahan pendidikan bagi mahasiswa
Secara prinsip, pasien bekas seksio sesarea harus melahirkan di suatu rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki kemampuan untuk melakukan seksio sesarea kembali secepatnya.
PENYULIT
- Ruptura uteri
- Kematian janin
INFORMED CONSENT
Informed consent harus dibuat secara tertulis, yakni menyangkut pelbagai kemungkinan yang akan terjadi dengan segala resikonya, termasuk resiko untuk dilakukan seksio sesarea kembali.
TINGKAT KEWENANGAN
- Untuk semua persalinan per vaginam dapat dilakukan oleh dokter umum.
- Bila harus dilakukan seksio sesarea kembali, harus dikonsulkan kepada spesialis ( SpOG) untuk diambil alih.
LAMA PERAWATAN
- Partus per vaginam dirawat seperti yang lain ( 2-3 hari ).
- Seksio sesarea kembali dirawat seperti seksio sesarea lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hecker N.F., Moore J.G., Esensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2, Jakarta, Hipokrates, 2001, 254-260
2. Manuaba I.B.G., Kaita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB, Jakarta, EGC, 2001, 237-242
3. Mochtar R., Sinopsis Obstetri : Presentasi Bokong, Edisi 2, Jakarta, EGC, 1989, 350-365
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, Bagian ? UPF Ilmu Kebidanan dan Kandungan FK USU / RSU Dr. Pirngadi Medan, 1993, 65-68
5. Wiknjosastro H., Distosia Karena Kelainan Letak Serta Bentuk Janin : Letak Sunsang, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999, 606-622
VBAC (
Vaginal Birth After C-Section)
ialah proses persalinan per vaginam yangdilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami seksio sesaria pada kehamilansebelumnya atau pernah mengalami operasi pada dinding rahim (misalnya satu ataupunlebih miomektomi intramural). Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin denganmembuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.

III. EPIDEMIOLOGIKejadian persalinan pada pasien pasca bedah caesar dikemukakan oleh beberapapenulis berbeda-beda. Di Amerika makin lama angka persalinan bedah caesar bertambahyakni dari 1 dalam 20 kelahiran hidup di tahun 1970, menjadi 1 dalam 4 kelahiran hidupsejak tahun 1986. Di Asia sangat bervariasi, berkisar antara 4.8% di India dan 26.6% didaratan Cina. Di Indonesia angka persalinan bedah caesar di 12 rumah sakit pendidikanberkisar antara 2.1%-11.8%.Analisis dari statistik nasional menunjukkan peningkatan 48% tingkat persalinanbedah caesar dari tahun 1980 sampai tahun 1985 yang berhubungan dengan persalinanbedah caesar sebelumnya. Sebagian indikasi yang umum dikerjakan berturut-turut adalahdistosia, bekas bedah caesar, presentasi sungsang, dan gawat janin.National Institutes of Health merekomendasikan bila tidak ada komplikasi makawanita hamil dengan pasca bedah caesar transversal rendah mendapat kesempatanpersalinan pervaginam. Pada tahun 1988 ACOG (American College of Obstetricians andGynecologists) Committe on Obstetrics menyatakan konsep rutin persalinan bedah caesar ulang dilakukan atas indikasi yang rasional dan wanita dengan riwayat 2 kali atau lebihbedah caesar sebelumnya dengan insisi transversal rendah bisa mendapatkan kesempatanpersalinan pervaginam asal tidak ada kontraindikasi.
Kontraindikasi to VBAC
1.incisi sebelum nya adalah classical or inverted T uterine scar
2.pernah di hysterotomy atau myomectomy memasuki rongga rahim
3.Robekan rahim sebelum nya
4.Adanya kontraindikasi tuk melahirkan scr normal labor spt
placenta previa, malpresentasi/letak bayi bukan letak kepala
5.wanita yg menolak trial of labor stlh CS

sekarang anak saya sudah berumur 15 bulan, saya rencana mau nambah
baby lagi setelah anak saya berumur 3-4th.
kenapa tidak?
prinsip nya wanita yg akan melahirkan dalam kurun waktu 18-24 bulan
stl CS hrs di infomasikan ttg resiko akan robekan dari bekas jahitan
di rahim

semoga penjelasan saya di mengerti dan vaniawilly mau lebih
mendengarkan penjelasan dari dokter kandungan mu di banding
"kata orang"