Rabu, 11 Mei 2011

resusitasi

Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997).

Apakah bayi baru lahir memerlukan resusitasi.?
Kira-kira 10 % bayi baru lahir memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan saat lahir,dan sekitar 1 %saja yang memerlukan resusitasi lengkap mulai dari pembersihan jalan nafas hingga pemberian obat – obatan darurat.

Untuk praktisnya, setiap menolong bayi baru lahir ada 5 pertanyaan yang menentukan apakah resusitasi dibutuhkan:
1. Apakah bersih dari mekonium?
2. Apakah bernafas atau menangis?
3. Apakah tonus otot baik?
4. Apakah warna kulit kemerahan?
5. Apakah cukup bulan?
Jika salah satu dari 5 pertanyaan tersebut jawabannya tidak,maka perlu dilakukan resusitasi.
FILM RESUSITASI PADA BBLR 16 MINGGU
Bayi premature merupakan kelompok resiko tinggi, karena karekteristik bayi prematur berbeda dengan bayi aterm :
1. Paru-paru bayi premature kekurangan surfaktan sehingga lebih sukar dikembangkan
2. Kulit bayi premature lebih tipis dan permeable
3. Lebih rentan terhadap infeksi
4. Pembuluh darah kapiler otak rapuh dan mudah pecah jika bayi mengalami asphiksia
C. Mengapa diberikan resusitasi.?
Tindakan resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asphiksia. Dan bila pada bayi asphiksia berat yang tidak dilakukan tindakan resusitasi secara benar akan meninggal atau mengalami gangguan system saraf pusat,misalnya “cerebral palsy”, kelainan jantung misalnya tidak menutupnya “ductus arteriosus”.
D. Kapan Bayi perlu resusitasi.?
Tiga hal penting dalam resusitasi
1. Pernafasan :
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal – sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan misalnya apneu.
Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x / menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.
2. Frekuensi Jantung:
Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = Frekuensi denjut jantung selama 1 menit)
Hasil penilaian :
• Apabila frekeunsi. > 100 x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit
• Apabila frekuensi < 100 x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) 3. Warna Kulit : Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin. Secara klinis keadaan apneu primer atau apneu sekunder sulit dibedakan. Hal ini berarti bahwa dalam menghadapi bayi dengan kondisi apneu, harus dianggap bahwa bayi mengalami apneu sekunder dan harus segera dilakukan resusitasi. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat vital lainnya. Tindakan resusitasi mengikuti tahapan yang dikenal sebagai ABC Resusitasi yaitu: A : Airway, mempertahankan saluran nafas terbuka meliputi kegiatan meletakan bayi dengan posisi sedikit ekstensi, menghisap mulut dan hidung bayi . B : Breathing, memberikan pernafasan buatan meliputi kegiatan melakukan rangsang taktil untuk memulai pernafasan, melakukan ventilasi tekanan positif dengan sungkup dan balon. C : Circulation, mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah meliputi kegiatan mempertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada. Resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997). Keterampilan melaksanakan tindakan resusitasi merupakan salah satu kompetensi profesional yang harus dikuasai perawat dalam menghadapi situasi kritis. Metode kanguru menjaga bayi dari hipotermia (penurunan suhu badan di bawah 36,5 derajat Celsius). Metode yang telah diujicobakan di sejumlah daerah ini bisa diterima masyarakat dan mampu meningkatkan fungsi fisiologi (suhu tubuh, detak jantung, dan pernapasan) sehingga menurunkan jumlah kematian bayi. Suhu tubuh ibu merupakan sumber panas yang efisien dan murah karena mampu menyesuaikan dengan kebutuhan bayi. selengkapnya Resusitasi Jantung Paru Pada Bayi Pengertian Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan kembali kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998). Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung arti harfiah “menghidupkan kembali”, yaitu dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas dua komponen utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD) dan bantuan hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan pasca resusitasi. Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (Airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi darah. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan ventilasi dan sirkulasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan (bantuan hidup lanjut). Resusitasi dilakukan pada keadaan henti nafas, misalnya pada korban tenggelam, stroke, obstruksi benda asing di jalan nafas, inhalasi gas, keracunan obat, tersedak, tersengat listrik, koma dan lain-lain. Sedangkan henti jantung terjadi karena fibrilasi ventrikel, takhikardi ventrikel, asistol dan disosiasi elektromekanikal. Tujuan Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (basic life support) yang bertujuan untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003). Tujuan tahap II (advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah pengelolaan intensif pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan bantuan hidup dasar. Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual dari kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat diperlukan dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak terhenti selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan menimbulkan dampak negatif berupa kecacatan atau bahkan kematian. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi Hipoksia yang disebabkan kegawatan pernafasan akan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain (Yu dan Monintja, 1997). Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang bahkan dapat menyebabkan kematian. Depresi nafas yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya dapat diatasi dengan pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung eksternal dan koreksi keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi jaringan diperbaiki maka aktivitas respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997). Pendapat tersebut menekankan pentingnya tindakan resusitasi dengan segera. Makin lambat dimulainya tindakan resusitasi yang efektif maka akan makin lambat pula timbulnya usaha nafas dan makin tinggi pula resiko kematian dan kecacatan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Nelson (1999) yang menyatakan bahwa peluang keberhasilan tata laksana penderita dengan henti nafas menitikberatkan pada pentingnya kemampuan tata laksana karena peningkatan hasil akhir pasca henti pernafasan dihubungkan dengan kecepatan dilakukannya resusitasi jantung paru. Resusitasi akan berhasil apabila dilakukan segera setelah kejadian henti jantung atau henti nafas pada saat kerusakan otak yang menetap (irreversible) belum terjadi. Kerusakan otak yang menetap akan terjadi apabila kekurangan O2 dalam darah tidak segera dikoreksi atau apabila sirkulasi terhenti lebih dari 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998) Keberhasilan resusitasi tergantung kepada : 1) Keadaan miokardium 2) Penyebab terjadinya henti jantung 3) Kecepatan dan ketepatan tindakan 4) Mempertahankan penderita di perjalanan ke rumah sakit 5) Perawatan khusus di rumah sakit 6) Umur (tetapi tidak terlalu menentukan) Tatalaksana Tindakan Resusitasi Penilaian Bayi Penilaian kegawatan pada bayi dan anak yang mengalami kegawatan tidak lebih dari 30 detik yang meliputi: 1) Airway Apakah ada obstruksi yang menghalangi jalan nafas, apakah memerlukan alat bantu jalan nafas, apakah ada cedera pada leher. 2) Breathing Frekuensi nafas, gerak nafas, aliran udara pernafasan, warna kulit/mukosa. 3) Circulation Frekuensi, tekanan darah, denyut sentral, perfusi kulit (capillary refilling time, suhu, mottling), perfusi serebral, reaksi kesadaran (tonus otot, mengenal, ukuran pupil, postur). Posisi Bayi Untuk dapat dilakukan resusitasi jantung paru, penderita harus dibuat dalam posisi terlentang dan diusahakan satu level atau datar. Posisi untuk bayi baru lahir (neonatus) leher sedikit ekstensi, atau dengan meletakkan handuk atau selimut di bawah bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm. Posisi Penolong Penolong sebaiknya berdiri disamping penderita dalam posisi dimana ia dapat melakukan gerakan bantuan nafas dan bantuan sirkulasi tanpa harus merubah posisi tubuh. Teknik Resusitasi Airway : membuka jalan nafas 1) Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas. 2) Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala dan topang dagu (head tilt and chin lift) bila tidak terdapat cedera kepala atau leher dengan cara satu tangan pada dahi, tekan ke belakang. Jari tangan lain pada rahang bawah, dorong keluar dan ke atas. Gerakan ini akan mengangkat pangkal lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka. Lidah yang jatuh ke belakang sering menjadi penyebab obstruksi jalan nafas pada penderita yang tidak sadar. 3) Gerakan mendorong rahang ke bawah ke depan (jaw thrust) juga dapat membuka jalan nafas bila diketahui terdapat cedera leher atau kepala. 4) Membersihkan benda asing dapat dilakukan dengan : (1) Finger sweep: yaitu dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah penolong untuk membebaskan sumbatan jalan nafas yang diakibatkan oleh sisa makanan. (2) Heimlich manuver (3) Abdominal/chest thrust (Gambar 2.4) (4) Suction (pengisapan): yaitu membersihkan jalan nafas dilakukan pengisapan lendir/cairan dengan menggunakan suction. Pada bayi dimulai dengan mengisap mulut terlebih dahulu kemudian bagian hidung supaya tidak terjadi aspirasi dan dilakukan tidak lebih dari 5 detik. 5) Setelah jalan nafas terbuka harus dinilai/evakuasi pernafasan dengan melihat, mendengar dan merasakan adanya hembusan nafas. Breathing 1) Dekatkan pipi penolong pada hidung dan mulut penderita, lihat dada penderita. 2) Lihat, dengar dan rasakan pernafasan ( 5 – 10 detik). 3) Jika tidak ada nafas lakukan bantuan nafas buatan/Ventilasi Tekanan Positif (VTP) . 4) Pada Neonatus dan bayi <>
5) Pada anak > 1 tahun pasang sungkup yang menutupi mulut, sedangkan hidung dapat dijepit dengan jari telunjuk dan ibu jari penolong.
6) Lakukan tiupan nafas dengan mulut atau balon resusitasi. Berikan nafas buatan untuk neonatus 30-60 kali/menit, dan 20 kali untuk bayi dan anak yang kurang dari 8 tahun.
7) Evaluasi pemberian nafas buatan dengan cara mengamati gerakan turun naik dada. Bila dada naik maka kemungkinan tekanan adekwat. Bila dada tidak naik cek kembali posisi anak, perlekatan sungkup, tekanan yang diberikan, periksa jalan nafas apakah ada mucus atau tidak bila ada dapat dilakukan penghisapan dengan suction.
8) Setelah dilakukan ventilasi selama satu menit, evaluasi apakah bayi atau anak dapat bernafas secara spontan, Lakukan penilaian pulsasi tidak boleh lebih dari 10 detik. Jika pulsasi ada dan penderita tidak bernafas, maka hanya dilakukan bantuan nafas sampai penderita bernafas spontan.
Circulation
1) Jika pulsasi tidak ada atau terjadi bradikardi maka harus dilakukan kompresi dada sehingga memberikan bantuan sirkulasi disertai bantuan nafas secara ritmik dan terkoordinasi. Pada neonatus pemberian kompresi jantung diberikan bila didapat pulsasi bayi <>
2) Posisi tempat kompresi :
(1) Pada neonatus: 1 jari dibawah linea interpapilaris.
(2) Pada bayi: Sternum bagian bawah.
(3) Pada anak: 2 jari diatas prosesus xipoideus.
3) Tangan yang melakukan kompresi :
(1) Neonatus : menggunakan 2 jari tangan atau 2 ibu jari.
(2) Bayi : dengan menggunakan 2 jari.


Daftar Pustaka
Hudak,CM dan Gallo, BM. 1997. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Alih Bahasa Monika E. dkk. Edisi VI, Volume I . Jakarta : EGC
Jumiarni dkk. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta : EGC
Markum, AH. 1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Nelson, B. 2000. Ilmu Kesehatan Anak vol 2 edisi 15. Jakarta : EGC
Ngastiyah. 1997.Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Rilantono, L I. dkk. 1999. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.
Saifuddin, A B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV Sagung Seto
Surasmi, A. dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Tjokronegoro, A dkk. 1998. Panduan Gawat Darurat, Jilid I Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Yu Vy and Monintja, HE. 1997. Beberapa Masalah Perawatan Intesif Neonatus. Jakarta : FKUI
Yunanto, dkk. 2003. Laporan Penelitian : Pengaruh BBLR Untuk Terjadinya Asfiksia Neonatorum di RSU Ulin Banjarmasin 2002-2003. Banjar Baru : FKU Lambung Mangkurat/ Perinasia Cabang Kalsel.
_________. 1997. Pelayanan Perinatal Resiko Tinggi RSUD Gunung Jati Cirebon
_________. 1997. Penatalaksanaan Resusitasi Pada Bayi RSUD Gunung Jati Cirebon




A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)
B. Etiologi / Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
• Preeklampsia dan eklampsia
• Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
• Partus lama atau partus macet
• Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
• Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
• Lilitan tali pusat
• Tali pusat pendek
• Simpul tali pusat
• Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
• Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
• Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
• Kelainan bawaan (kongenital)
• Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
• Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
• Warna kulit kebiruan
• Kejang
• Penurunan kesadaran
D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
• Penafasan
• Denyut jantung
• Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
F. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1. 2 helai kain / handuk.
2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5. Kotak alat resusitasi.
6. Jam atau pencatat waktu.
(Wiknjosastro, 2007).
G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
- Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
- Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
- Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
- Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
- Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
- Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
- Kompresi dada.
- Pengobatan
Detail Cara Resusitasi
Langkah-Langkah Resusitasi
1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif. 1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif. 2. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit. 3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. 1. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. 2. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV. 3. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung. 4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. 5. Kompresi jantung Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung : a Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi. b Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi. 7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada. 8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV. 10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit. 12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007) Persiapan resusitasi Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah : 1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum. 2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain : - Alat pemanas siap pakai – Oksigen - Alat pengisap - Alat sungkup dan balon resusitasi - Alat intubasi - Obat-obatan Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif : 1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan. 2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien 3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi. 4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien. 5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai. (Dari berbagai sumber) Gejala dan tanda-tanda asfiksia • Tidak bernafas atau bernafas megap-megap • Warna kulit kebiruan • Kejang • Penurunan kesadaran Diagnosis Asfiksia Asfiksia yang terjadi pada bayi umumnya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosis anoksia atau hipoksia janin dapat dilakukan dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Hal-hal yang perlu perhatian yaitu : 1. Denyut jantung bayi Peningakatan kecepatan denyut jantung pada umunya tidak mengandung banyak arti, tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 kali per menit di luar his, dan atau tidak teratur hal ini merupakan tanda bahaya yang harus segera ditangani secepatnya 2. Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai kondisi keadaannya. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks, kemudian dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan selanjutnya diambil contoh darah janin. Kemudian darah ini diperiksa pH-nya. Apabila darah mengandung atau dalam darah terdapat asidosis menyebabkan turunnya pH. Dan apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. Asfiksia pada bayi baru lahir Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Upaya resusitasi yang efesien dan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu : • Pernafasan • Denyut jantung • Warna kulit Ketika memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, dengan penilaian ini harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP). Persiapan alat resusitasi Sebelum dilakukannya pertolongan dalam persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu : 1. 2 helai kain / handuk. 2. Bahan ganjal bahu bayi (dapat berupa kain, kaos, handuk kecil), digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi. 3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet. 4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal. 5. Kotak alat resusitasi. 6. Jam atau pencatat waktu. Penanganan Asfiksia pada bayi yang baru lahir Tindakan resusitasi pada bayi yang baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu : 1. Memastikan saluran terbuka • Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. • Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. • Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka. 2. Memulai pernafasan • Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan • Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi). 3. Mempertahankan sirkulasi • Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara • Kompresi dada • Pengobatan Langkah-Langkah Resusitasi • Letakkan bayi ditempat atau lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi. • Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar. • Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor). • Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung • Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi. • Nilai pernafasan. Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah atau sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif. 1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif. 2. Ventilasi tekanan positif atau PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit. 3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10 a. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. b. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV. c. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung. d. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. e. Kompresi jantung Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara yang dapat dilakukan dalam kompresi jantung : 1. Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi. 2. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi • Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada • Denyut jantung 80 x / menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat bernafas spontan.
• Jika denyut jantung 0 ataau <10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV. • Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
• Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis tadi tiap 3-5 menit. • Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak respon terhadap langkah-langkah diatas dan tanpa ada hiporilemi, maka beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/ kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007) Tahap persiapan resusitasi Agar tindakan resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah : • Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum. • Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain : 1. Alat pemanas siap pakai-Oksigen 2. Alat pengisap 3. Alat sungkup dan balon resusitasi 4. Alat intubasi 5. Obat-obatan Langkah-langkah resusitasi yang efektif, antara lain: 1. Tenaga kesehatan yang siap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan. Dengan tenaga kesehatan yang siap pakai dan terlatif dapat menjadi kontribusi suksesnya penanganan resusitasi neonatal. 2. Tenaga kesehatan diruang bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukannya, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien. 3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi juga harus berkerjasama dalam satu tim yang terkoordinasi dengan baik. 4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien. 5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia dan siap pakai. (dikutip dari berbagai referensi) Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal. Persiapan Keluarga Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya serta persiapan yang dilakukan oleh penolong untuk membantu kelancaran persalinan dan melakukan tindakan yang diperlukan. Persiapan Tempat Resusitasi Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi. Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di dekat sumber pemanas (misalnya; lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka). Biasanya digunakan lampu sorot atau bohlam berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax). Nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi. Persiapan Alat Resusitasi Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu: 1. 2 helai kain/handuk 2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi. 3. Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet 4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal 5. Kotak alat resusitasi. 6. Jam atau pencatat waktu. Penilaian Segera Segera setelah lahir, letakkan bayi di perut bawah ibu atau dekat perineum (harus bersih dan kering). Cegah kehilangan panas dengan menutupi tubuh bayi dengan kain/handuk yang telah disiapkan sambil melakukan penilaian dengan menjawab 2 pertanyaan: 1. Apakah bayi menangis kuat, tidak bernapas atau megap-megap? 2. Apakah bayi lemas? Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi baru lahir perlu resusitasi, segera lakukan tindakan yang diperlukan. Penundaan pertolongan dapat membahayakan keselamatan bayi. Jepit dan potong tali pusat dan pindahkan bayi ke tempat resusitasi yang telah disediakan. Lanjutkan dengan langkah awal resusitasi. PENILAIAN Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah: Apakah air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada presentasi kepala. Segera setelah bayi lahir: Apakah bayi menangis, bernapas spontan dan tertatur, bernapas megap-megap atau tidak bernapas Apakah bayi lemas atau lunglai KEPUTUSAN Putuskan perlu dilakukan tindakan resusitasi apabila: 1. Air ketuban bercampur mekonium. 2. Bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap. 3. Bayi lemas atau lunglai TINDAKAN Segera lakukan tindakan apabila: Bayi tidak bernapas atau megap-megap atau lemas: Lakukan langkah-langkah resusitasi BBL. Langkah-langkah Resusitasi BBL Resusitasi BBL bertujuan untuk memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala sisa di kemudian hari. Kondisi ini merupakan dilema bagi penolong tunggal persalinan karena disamping menangani ibu bersalin, ia juga harus menyelamatkan bayi yang mengalami asfiksia. Resusitasi BBL pada APN ini dibatasi pada langkah-langkah penilaian, langkah awal dan ventilasi untuk inisiasi dan pemulihan pernapasan. Langkah awal Sambil melakukan langkah awal: 1. Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk memulai bernapas. 2. Minta keluarga mendampingi ibu (memberi dukungan moral, menjaga dan melaporkan kepada penolong apabila terjadi perdarahan). Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik). Secara umum, 6 langkah awal di bawah ini cukup untuk merangsang bayi baru lahir untuk bernapas spontan dan teratur. LANGKAH AWAL (dilakukan dalam 30 detik): 1. Jaga bayi tetap hangat. 2. Atur posisi bayi. 3. Isap lendir. 4. Keringkan dan Rangsang taktil. 5. Reposisi. 6. Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur 1. Jaga bayi tetap hangat: 1. Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum 2. Selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat. 3. Pindahkan bayi ke atas kain ke tempat resusitasi. 2. Atur posisi bayi Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong. Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi. 3. Isap lendir Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola karet. 1. Pertama, isap lendir di dalam mulut, kemudian baru isap lendir di hidung. 2. Hisap lendir sambil menarik keluar pengisap (bukan pada saat memasukkan). 3. Bila menggunakan pengisap lendir DeLee, jangan memasukkan ujung pengisap terlalu dalam (lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau henti napas bayi. 4. Keringkan dan rangsang bayi 1. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi atau bernapas lebih baik. 2. Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini: 1. Menepuk atau menyentil telapak kaki. 2. Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan Berbagai bentuk rangsangan taktil yang dulu pernah dilakukan, sebagian besar tak dilakukan lagi karena membahayakan kondisi bayi baru lahir (lihat tabel). Rangsangan yang kasar, keras atau terus menerus, tidak akan banyak menolong dan malahan dapat membahayakan bayi. 5. Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi. 1. Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru (disiapkan). 2. Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan. 3. Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi). 6. Lakukan penilaian bayi. • Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, megap-megap atau tidak bernapas. Bila bayi bernapas normal, berikan pada ibunya: o Letakkan bayi di atas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu-bayi. o Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil membelainya. Bila bayi tak bernapas atau megap-megap: segera lakukan tindakan ventilasi. Ventilasi Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positip yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur. 1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan. 2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi. 3. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik. 4. Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur? 1. Pemasangan sungkup Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi. 2. Ventilasi percobaan (2 kali) Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveloli paru agar bayi bisa mulai bernapas dan sekaligus menguji apakah jalan napas terbuka atau bebas. Lihat apakah dada bayi mengembang Bila tidak mengembang 1. Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar. 2. Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran. 3. Periksa ulang apakah jalan napas tersumbat cairan atau lendir (isap kembali). Bila dada mengembang, lakukan tahap berikutnya. 3. Ventilasi definitif (20 kali dalam 30 detik). 1. Lakukan tiupan dengan tekanan 20 cm air, 20 kali dalam 30 detik. 2. Pastikan udara masuk (dada mengembang) dalam 30 detik tindakan 4. Lakukan penilaian Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi. Bayi diberikan asuhan pasca resusitasi. Bila bayi belum bernapas atau megap-megap, lanjutkan ventilasi. 1. Lanjutkan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya. 2. Evaluasi hasil ventilasi setiap 30 detik. 3. Lakukan penilaian bayi apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap. o Bila bayi sudah mulai bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi dengan seksama, berikan asuhan pascaresusitasi. o Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya dan nilai hasilnya setiap 30 detik. Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit diventilasi. 1. Mintalah keluarga membantu persiapan rujukan. 2. Teruskan resusitasi sementara persiapan rujukan dilakukan. Bila bayi tidak bisa dirujuk, 1. Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit 2. Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi jika setelah 20 menit, upaya ventilasi tidak berhasil. Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20 menit diresusitasi akan mengalami kerusakan otak sehingga bayi akan menderita kecacatan yang berat atau meninggal. Asuhan Pascaresusitasi Asuhan pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah menerima tindakan resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada keadaan: 1. Resusitasi Berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi. Perlu pemantauan dan dukungan. 2. Resusitasi tidak/kurang berhasil, bayi perlu rujukan yaitu sesudah ventilasi 2 menit belum bernapas atau bayi sudah bernapas tetapi masih megap-megap atau pada pemantauan ternyata kondisinya makin memburuk 3. Resusitasi gagal: setelah 20 menit di ventilasi, bayi gagal bernapas. 1. Resusitasi berhasil Resusitasi berhasil bila pernapasan bayi teratur, warna kulitnya kembali normal yang kemudian diikuti dengan perbaikan tonus otot atau bergerak aktif. Lanjutkan dengan asuhan berikutnya. Konseling: 1. Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang hasil resusitasi yang telah dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan. 2. Ajarkan ibu cara menilai pernapasan dan menjaga kehangatan tubuh bayi. Bila ditemukan kelainan, segera hubungi penolong. 3. Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayinya. Bayi dengan gangguan pernapasan perlu banyak energi. Pemberian ASI segera, dapat memasok energi yang dibutuhkan. 4. Anjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi (asuhan dengan metode Kangguru). 5. Jelaskan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali tanda-tanda bahaya bayi baru lahir dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila terlihat tanda-tanda tersebut pada bayi. Lakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk: 1. Anjurkan ibu menyusukan sambil membelai bayinya 2. Berikan Vitamin K, antibiotik salep mata, imunisasi hepatitis B Lakukan pemantuan seksama terhadap bayi pasca resusitasi selama 2 jam pertama: Perhatikan tanda-tanda kesulitan bernapas pada bayi : 1. Tarikan interkostal, napas megap-megap, frekuensi napas <> 60 x per menit.
2. Bayi kebiruan atau pucat.
3. Bayi lemas.
Pantau juga bayi yang tampak pucat walaupun tampak bernapas normal.

Jagalah agar bayi tetap hangat dan kering.
Tunda memandikan bayi hingga 6 – 24 jam setelah lahir (perhatikan temperatur tubuh telah normal dan stabil).

2. Bayi perlu rujukan
Bila bayi pascaresusitasi kondisinya memburuk, segera rujuk ke fasilitas rujukan.
Tanda-tanda Bayi yang memerlukan rujukan sesudah resusitasi
1. Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali per menit atau lebih dari 60 kali per menit
2. Adanya retraksi (tarikan) interkostal
3. Bayi merintih (bising napas ekspirasi) atau megap- megap (bising napas inspirasi)
4. Tubuh bayi pucat atau kebiruan
5. Bayi lemas

Konseling
1. Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu dirujuk. Bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu atau keluarganya.
2. Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami atau salah seorang anggota keluarga juga diminta untuk menemani ibu dan bayi selama perjalanan rujukan.
3. Beritahukan (bila mungkin) ke tempat rujukan yang dituju tentang kondisi bayi dan perkiraan waktu tiba. Beritahukan juga ibu baru melahirkan bayi yang sedang dirujuk.
4. Bawa peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama perjalan ke tempat rujukan.

Asuhan bayi baru lahir yang dirujuk
1. Periksa keadaan bayi selama perjalanan (pernapasan, warna kulit, suhu tubuh) dan catatan medik.
2. Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan, tutup kepala bayi dan bayi dalam posisi “Metode Kangguru” dengan ibunya. Selimuti ibu bersama bayi dalam satu selimut.
3. Lindungi bayi dari sinar matahari.
4. Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI segera kepada bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas, dan kontraindikasi lainnya

Asuhan lanjutan
Merencanakan asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari tempat rujukkan akan sangat membantu pelaksanaan asuhan yang diperlukan oleh ibu dan bayinya sehingga apabila kemudian timbul masalah maka hal tersebut dapat dikenali sejak dini dan kesehatan bayi tetap terjaga.

3. Resusitasi tidak berhasil
Bila bayi gagal bernapas setelah 20 menit tindakan resusitasi dilakukan maka hentikan upaya tersebut. Biasanya bayi akan mengalami gangguan yang berat pada susunan syaraf pusat dan kemudian meninggal. Ibu dan keluarga memerlukan dukungan moral yang adekuat Secara hati-hati dan bijaksana, ajak ibu dan keluarga untuk memahami masalah dan musibah yang terjadi serta berikan dukungan moral sesuai adat dan budaya setempat.

Dukungan moral
Bicaralah dengan ibu dan keluarganya bahwa tindakan resusitasi dan rencana rujukan yang telah didiskusikan sebelumnya ternyata belum memberi hasil seperti yang diharapkan. Minta mereka untuk tidak larut dalam kesedihan, seluruh kemampuan dan upaya dari penolong (dan fasilitas rujukan) telah diberikan dan hasil yang buruk juga sangat disesalkan bersama, minta agar ibu dan keluarga untuk tabah dan memikirkan pemulihan kondisi ibu. Berikan jawaban yang memuaskan terhadap setiap pertanyaan yang diajukan ibu dan keluarganya. Minta keluarga ikut membantu pemberian asuhan lanjutan bagi ibu dengan memperhatikan nilai budaya dan kebiasaan setempat. Tunjukkan kepedulian atas kebutuhan mereka. Bicarakan apa yang selanjutnya dapat dilakukan terhadap bayi yang telah meninggal.

Ibu mungkin merasa sedih atau bahkan menangis. Perubahan hormon saat pascapersalinan dapat menyebabkan perasaan ibu menjadi sangat sensitif, terutama jika bayinya meninggal. Bila ibu ingin mengungkapkan perasaannya, minta ia berbicara dengan orang paling dekat atau penolong. Jelaskan pada ibu dan keluarganya bahwa ibu perlu beristirahat, dukungan moral dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu tidak mulai bekerja kembali dalam waktu dekat.

Asuhan lanjutan bagi ibu
Payudara ibu akan mengalami pembengkakan dalam 2-3 hari. Mungkin juga timbul rasa demam selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi pembengkakan payudara dengan cara sebagai berikut:
1. Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan sedikit tekanan menggunakan selendang /kemben/kain sehingga ASI tidak keluar.
2. Jangan memerah ASI atau merangsang payudara.

Asuhan tindak lanjut: kunjungan ibu nifas
Anjurkan ibu untuk kontrol nifas dan ikut KB secepatnya (dalam waktu 2 minggu). Ovulasi bisa cepat kembali terjadi karena ibu tidak menyusukan bayi. Banyak ibu yang tidak menyusui akan mengalami ovulasi kembali setelah 3 minggu pasca persalinan. Bila mungkin, lakukan asuhan pascapersalinan di rumah ibu.

Asuhan tindak lanjut pascaresusitasi
Sesudah resusitasi, bayi masih perlu asuhan lanjut yang diberikan melalui kunjungan rumah. Tujuan asuhan lanjut adalah untuk memantau kondisi kesehatan bayi setelah tindakan resusitasi.

Kunjungan rumah (kunjungan neonatus 0 – 7 hari) dilakukan sehari setelah bayi lahir. Gunakan algoritma Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk melakukan penilaian, membuat klasifikasi, menentukan tindakan dan pengobatan serta tindak lanjut. Catat seluruh langkah ke dalam formulir tata laksana bayi muda 1 hari – 2 bulan.
1. Bila pada kunjungan rumah (hari ke 1) ternyata bayi termasuk dalam klasifikasi merah maka bayi harus segera dirujuk.
2. Bila termasuk klasifikasi kuning, bayi harus dikunjungi kembali pada hari ke 2.
3. Bila termasuk klasifikasi hijau, berikan nasihat untuk perawatan bayi baru lahir di rumah.
Untuk kunjungan rumah berikutnya (kunjungan neonatus 8 – 28 hari), gunakan juga algoritma MTBM.

Bayi Aman bila IBU nya:
TAK MEMILIKI KEKHAWATIRAN MENGENAI PERILAKU BAYINYA
MEMEGANG DAN BERBICARA DENGAN BAYI DENGAN PENUH KASIH SAYANG
MENGETAHUI TANDA-TANDA BAHAYA DAN UPAYA APA YANG HARUS DILAKUKAN

Langkah-langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir dengan Air Ketuban Bercampur Mekonium
Mekonium merupakan tinja pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan berwarna hijau tua atau kehitaman. Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali pada 12-24 jam pertama. Kira-kira pada 15% kasus, mekonium dikeluarkan bersamaan dengan cairan ketuban beberapa saat sebelum persalinan. Hal ini menyebabkan warna kehijauan pada cairan ketuban. Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium terlihat sebelum persalinan bayi dengan presentasi kepala, lakukan pemantauan ketat karena hal ini merupakan tanda bahaya

Penyebab janin mengeluarkan mekonium sebelum persalinan
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan. Kadang-kadang hal ini terkait dengan kurangnya pasokan oksigen (hipoksia). Hipoksia kan meningkatkan peristaltik usus dan relaksasi sfingter ani sehingga isi rektum (mekoneum) diekskresikan. Bayi-bayi dengan risiko tinggi gawat janin (misal; Kecil untuk Masa Kehamilan/KMK atau Hamil Lewat Waktu) ternyata air ketubannya lebih banyak tercampur oleh mekonium (warna kehijauan) dibandingkan dengan air ketuban pada kehamilan normal.

Risiko air ketuban bercampur mekonium terhadap bayi
Hipoksia dapat menimbulkan refleks respirasi bayi di dalam rahim sehingga mekonium yang tercampur dalam air ketuban dapat terdeposit di jaringan paru bayi. Mekonium dapat juga masuk ke paru jika bayi tersedak saat lahir. Masuknya mekonium ke jaringan paru bayi dapat menyebabkan pneumonia dan mungkin kematian.

sumber:
Modul APN, 2007






resuscitator adalah perangkat menggunakan tekanan positif untuk melakukan penggelembungan paru-paru dari bawah sadar orang yang tidak bernapas , dalam rangka untuk menjaga mereka oksigen dan hidup. There are three basic types: a manual version (also known as a bag valve mask ) consisting of a mask and a large hand-squeezed plastic bulb using ambient air, or with supplemental oxygen from a high-pressure tank. Ada tiga tipe dasar: versi manual (juga dikenal sebagai katup topeng kantong ) yang terdiri dari masker dan meremas besar-bola plastik tangan menggunakan udara ambien, atau dengan oksigen tambahan dari tangki tekanan tinggi. The second type is a pulmonary or breath powered resuscitator. Tipe kedua adalah napas powered resuscitator atau paru-paru. The first appearance of the second type was the White Pulmonary Resuscitator or WPR introduced in 1981. Penampilan pertama dari jenis kedua adalah White Paru Resuscitator atau WPR diperkenalkan pada tahun 1981. The third type is an oxygen powered resuscitator. Jenis ketiga adalah resuscitator bertenaga oksigen. These are driven by pressurized gas delivered by a regulator, and can either be automatic or manually controlled. Ini didorong oleh gas bertekanan disampaikan oleh regulator, dan bisa berupa otomatis atau manual dikendalikan. The most popular type of gas powered resuscitator are Time Cycled, Volume Constant Ventilators. Jenis yang paling populer resuscitator bertenaga gas adalah Waktu bersepeda, Volume Konstan ventilator. In the early days of pre-hospital emergency services, pressure cycled devices like the Pulmotor were popular but yielded less than satisfactory results. Pada hari-hari awal pelayanan darurat pra-rumah sakit, tekanan perangkat bersepeda seperti Pulmotor yang populer tapi menghasilkan kurang dari hasil yang memuaskan. One of the first modern resuscitation ventilators was the HARV, later called the PneuPac 2R or Yellow Box. Salah satu ventilator resusitasi modern pertama adalah Harv, kemudian disebut 2R PneuPac atau Kuning Box. The workings of most modern resuscitators are arranged so that the patient will be able to breathe on his own should he resume the ability to do so. Kerja Resusitator modern kebanyakan diatur sedemikian rupa sehingga pasien akan dapat bernapas sendiri harus ia melanjutkan kemampuan untuk melakukannya. All resuscitation devices should be able to deliver >85% oxygen when a gas source is available. Semua perangkat resusitasi harus dapat memberikan oksigen> 85% ketika sumber gas tersedia.





JOB SHEET
Job / Kegiatan : Resusitasi Bayi Baru Lahir
Unit : Asuhan Kebidanan II (Penatalaksanaan Bayi Baru lahir dengan Asfiksia)
Waktu : 60 menit
Dosen : Yuyun Sri Nurhayyatun
Objektif Prilaku Siswa : Setelah mengikuti demonstrasi ini, mahasiswa dapat menyiapkan alat dan dapat melakukan Resusitasi dengan baik dan benar sesuai prosedur yang ada di daftar tilik
Referensi : – Varney (1997).Varney’ Midwifery
- Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Asuhan Antenatal, Pusdinakes – WHO – JHPIEGO : 2003
- JNPK-KR, Depkes RI. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta
Siapkan peralatan dan bahan yang diperlukan untuk melakukan tindakan resusitasi pada bayi baru lahir
1. Baca dan pelajari lembaran kerja yang tersedia dengan baik
2. Perhatikan dan ikuti petunjuk instruktur
3. Tanyakan pada instruktur bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau dipahami
4. Tindakan resusitasi dilakukan oleh setiap mahasiswa secara individu
1. Perhatikan teknik resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia.
2. Setiap lagkah harus dilakukan dengan hati-hati tapi harus cepat dan tepat karena dapat mempengaruhi dalam keberhasilan tindakan
3. Pastikan semua peralatan, perlengkapan dan bahan-bahan tersedia dan berfungsi dengan baik.
4. Letakkan peralatan pada tempat yang mudah dijangkau
5. Pusatkan perhatian pada pekerjaan dan bayi
6. Untuk penolong terapkan prinsip pencegahan infeksi
Peralatan
1. Tiga Lembar Kain
2. Alat penghisap lendir De Lee
3. Tabung dan sungkup
4. Kotak alat resusitasi
5. Sarung tangan
6. Jam atau pencatat waktu
Bahan
1. Phantom bayi
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalh ini berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sebelum persalinan.
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya terjadi gawat janin sehingga menimbulkan asfiksia pada bayi baru lahir.
Menolong persalinan harus siap melakukan resusitasi bayi. Penolong persalinan harus mampu menilai apakah bayi mempunyai resiko asfiksia. Kemudian mengambil keputusan guna menentukan tindakan resusitasi.
Setiap tindakan harus mempersiapkan segala sesuatunya sama halnya dengan resusitasi, adapun persiapan yang diperlukan adalah persiapan keluarga, tempat, alat untuk resusitasi dan persiapan bidan.
NO LANGKAH-LANGKAH GAMBAR
1. Siapkan alat-alat yang akan dipergunakan dalam tindakan
persiapkan alat-alat secara ergonomis
2. Cuci tangan sebagai pencegahan infeksi
Ketika mencuci tangan lepaskan semua perhiasan yang melekat di tangan
3. Gunakan hand schoen yang bersih
Tidak perlu steril yang penting bersih
4. penilaian BBL dan kebutuhan tindakan resusitasi.
Nilai dengan tepat
5. Melakukan langkah awal resusitasi (dalam waktu kurang 30 detik)
Jaga bayi agar tetap hangat (cegah terjadinya hipotermi)
6. Posisikan kepala dan leher bayi menjadi sedikit tengadah (setengah ekstensi) untuk membuka lana napas dengan jalan mengganjal bahu bayi dengan lipatan kain
7. Isap lender (gubnakan alat penghisap lender Dee Lee)
8. Keringkan dan dan rangsang taktil
9. Atur kembali posisi dan jaga kehangatan tubuh dengan membungkus badan bayi
10. Penilaian ulang
11. VENTILASI POSITIF PADA BAYI ASFIKSIA
Jelaskan Pada ibu dan keluarga bahwa bayi memerlukan bantuan memperbaiki fungsi pernapasannya
12. Lakukan pemantauan secara seksama perhatikan :
13. Bila pernafasan dan warna kulit normal berikan bayi pada ibunya
14. Catat semua kegiatan yang dilakukan
1. Mahasiswa melakukan tindakan resusitasi secara individu.
2. Seluruh langkah kerja dilakukan secara sistematis dan hati – hati.
3. Perhatikan keadaan umum bayi, terutama tanda-tanda vital bayi saat melakukan prosedur kerja.
4. Pembimbing klinik menilai langkah – langkah resusitasi dengan menggunakan daftar tilik.




Kondisi yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :
1. Sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh
ke posterior.
2. Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya
obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya
3. Kerusakan neurologis.
4. Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan /
atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan /
sirkulasi.
5. Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan

Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.

Penting untuk resusitasi yang efektif :
1. Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik
2. Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia
yang progresif
3. Kemampuan / alat pengaturan suhi, ventilasi, monitoring
4. Obat-obatan dan cairan yang diperlukan

PRINSIP !!
Penyebab kematian yang paling cepat adalah asfiksia dan perdarahan.

Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang asfiksia perinatal ini dapat diperbaiki secara bermakna bila hal ini diketahui sebelum kelahiran (misalnya pada keadaan gawat janin ), sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi. Proses yang terjadi pada asfiksia perinatal dapat diramalkan meskipun penyebabnya belum diketahui. Kekurangan oksigen pada janin sering disertai hiperkapnia dan asidosis campuran metabolik-respiratorik.

Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam beberapa fase / tahapan (Dawes) :
1. Janin bernapas megap-megap (gasping), diikuti dengan
2. Masa henti napas (fase henti napas primer).
3. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul seri pernapasan megap-megap yang kedua selama
4-5 menit (fase gasping kedua), diikuti lagi dengan
4. Masa henti napas kedua (henti napas sekunder)

Bayi yang berada dalam keadaan henti napas primer, biasanya pletorik (walaupun banyak yang sianotik). Bayi dalam henti napas sekunder, berwarna biru sampai ungu dan pucat.
Bayi yang dilahirkan dalam keadaan henti napas primer, sering dapat mulai bernapas spontan setelah stimulasi sensorik (misalnya telapak kaki ditepuk, atau punggung diusap-usap dengan agak cepat dan keras).
Bayi yang berada dalam keadaan henti napas sekunder, tidak akan dapat mulai bernapas spontan, dan harus dibantu dengan ventilasi tekanan positif dan oksigen (resusitasi pernapasan artifisial / mekanik).
Makin lama selang waktu dari saat mulai henti napas sekunder sampai dimulainya resusitasi ventilasi tekanan positif, makin lama pula waktu yang diperlukan bayi untuk mulai bernapas spontan yang adekuat, prognosis makin buruk.
Selama asfiksia, curah jantung dan tekanan darah menurun. Terjadi redistribusi curah jantung untuk mempertahankan aliran darah ke otak, jantung dan adrenal. Pada asfiksia yang terus berlanjut, curah jantung makin menurun dan aliran darah ke organ-organ vital tidak mencukupi lagi.
Pada bayi dengan asfiksia, secara kasar terdapat korelasi antara frekuensi jantung dengan curah jantung. Karena itu pemantauan frekuensi jantung (misalnya dengan stetoskop, atau perabaan nadi tali pusat ) merupakan cara yang baik untuk memantau efektifitas upaya resusitasi.
Prinsip-prinsip umum prosedur resusitasi neonatus
T (temperature), baru kemudian A-B-C-D

Pengaturan suhu
Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi pada suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih tidak stabil, dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi.
Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus dikeringkan dengan kain kering hangat, dan diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi untuk mencegah kehilangan panas. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.
Penilaian status klinik
Digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir.
Nilai pada menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup.
Nilai pada menit kelima : untuk menilai prognosis neurologik.

Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini, yaitu :
1. Resusitasi segera dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian
pada menit pertama.
2. Keputusan perlu-tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat
cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus
neuromuskular, daripada dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.

Posisi Dari Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir rata – rata mempunyai lidah yang relatif besar yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Tempatkan kepala dalam posisi sniffing position ( posisi sedikit flexi kepala) dengan handuk yang diletakkan di bawah bahu. Hal ini dapat membantu menggerakkan lidah dari orofaring bagian posterior dan membuka jalan nafas.
Bebaskan/bersihkan jalan nafas
Pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari berbagai bahan atau material yang dapat menghalangi masuknya udara ke dalam paru. Hal ini dapat dilakukan dengan :
1. Ekstensikan kepala dan leher dengan mengganjal bahu bayi menggunakan lipatan kain
2. Hisap lendir/cairan pada mulut, hidung atau jalan nafas dari cairan ketuban,
mekoneum atau bahan-bahan lainnya.
Suction tidak boleh terlalu dalam karena dapat menyebabkan laringospasme dan bradikardi karena rangsangan N. vagus (vagal reflek). Selama prosedur dilakukan sebaiknya kita memantau denyut jantung. Suctioning dilakukan dalam interval 5 detik dan dihentikan jika terjadi bradikardi yang berat.

Rangsang Taktil
Pada umumnya bayi baru lahir dengan depresi kardiorespirasi ringan – sedang akan berespon baik terhadap rangsang taktil yang ditandai dengan meningkatnya denyut jantung dan bertambahnya usaha respirasi. Usaha yang lain adalah dengan menggosok punggung bayi dan memukul telapak kaki bayi. Mengeringkan tubuh bayi, pengisapan lendir atau cairan ketuban dari mulut dan hidung, pada dasarnya adalah tindakan rangsangan. Untuk bayi yang sehat, prosedur tersebut sudah cukup untuk menimbulkan pernafasan.


Prosedur rangsangan taktil yang berbahaya
Satu atau dua kali perangsangan taktil pada umumnya sudah cukup untuk menimbulkan usaha bernafas pada bayi dengan asfiksia/depresi pernafasan ringan atau apneu primer (apneu yang terjadi sesaat setelah lahir dan tidak melebihi waktu 5 menit sehingga belum terjadi hipoksia berat atau penurunan fungsi kardiopulmonal). Bila setelah rangsangan taktil yang adekuat ternyata bayi belum bernafas, segera lakukan resusitasi. Melanjutkan rangsangan taktil pada bayi yang tidak memberikan reaksi atau respons, dianggap membuang-buang waktu dan kesempatan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup bayi baru lahir.
Ada beberapa cara perangsangan taktil yang sering dilakukan tetapi sudah tidak dianjurkan lagi karena mempunyai risiko atau dampak yang kurang menguntungkan pada bayi baru lahir.
Tindakan Akibat
Menepuk bokong Trauma dan melukai
Menekan rongga dada Fraktur, pneumotoraks, gawat nafas, kematian
Menekankan paha ke perut bayi Ruptura hati/limpa, perdarahan
Mendilatasi sfingter ani Robek atau lecet pada sfingter
Kompres dingin/panas Hipotermia, luka bakar
Meniupkan oksigen atau udara dingin ke muka tubuh bayi Hipotermia
Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar
SKOR APGAR
TAMPILAN 0 1 2 NILAI
A APPEARANCE / WARNA KULIT Pucat Badan merah, ekstremitas kebiruan Seluruh tubuh kemerahan
P PULSE / DENYUT JANTUNG Tidak ada <> > 100
G GRIMACE / REAKSI TERHADAP RANGSANGAN Tidak ada Menyeringai Bersin/batuk
A ACTIVITY / TONUS OTOT Tidak ada Ekstremitas sedikit fleksi Gerakan aktif
R RESPIRATION / PERNAFASAN Tidak ada Lemah/tidak teratur Menangis kuat
JUMLAH NILAI APGAR :

1. Nilai Apgar menit pertama 7 - 10 : biasanya bayi hanya memerlukan tindakan
pertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring dengan menggunakan
bulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-hati, pengisapan yang terlalu kuat /
traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.

2. Nilai Apgar menit pertama 4 - 6 : hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan O2
100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepukan atau sentilan pada telapak kaki
dan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus
dipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus
diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika
tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung-
mulut.

3. Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang : bayi mengalami depresi pernapasan yang
berat dan orofaring harus cepat dihisap. Ventilasi dengan tekanan positif dengan O2
100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi
dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari dinding dada dengan kedua tangan dan menggunakan ibu jari untuk menekan sternum atau dengan menahan punggung bayi dengan satu tangan dan menggunakan ujung dari jari telunjuk dan jari tengah dari tangan yang lain untuk menekan sternum. Tehnik penekanan dengan ibu jari lebih banyak dipilih karena kontrol kedalaman penekanan lebih baik.
Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum dengan kedalaman ± 1,5 cm dan dengan frekuensi 90 X / menit. Dalam 3 X penekanan dinding dada dilakukan 1X ventilasi sehingga didapatkan 30 X ventilasi per menit. Perbandingan kompresi dinding dada dengan ventilasi yang dianjurkan adalah 3 : 1. Evaluasi denyut jantung dan warna kulit tiap 30 detik. Bayi yang tidak berespon, kemungkinan yang terjadi adalah bantuan ventilasinya tidak adekuat, karena itu adalah penting untuk menilai ventilasi dari bayi secara konstan.

Jika frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit, usahakan melakukan intubasi endotrakeal.
Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 - 1 ml adrenalin (1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih dianjurkan secara intravena.
Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer bayi, lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat, dengan kateter umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran darah yang bebas hambatan. Dengan demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi drug/fluid transport line.

Jangan memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau natrium bikarbonat yang tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak parenkim hati.
Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai frekuensi jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan cairan ekspansi volume darah ( plasma volume expander ) : 10 ml/kgBB Plasmanate atau albumin 5% secara infus selama 10 menit.
Kalau diduga banyak terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgBB darah lengkap (whole blood).
Bila bradikardia menetap : ulangi dosis adrenalin. Dapat juga diberikan kalsium glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgB intravena perlahan-lahan, atau sulfas atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgBB.

Asidosis respiratorik : dikoreksi dengan memperbaiki ventilasi
Asidosis metabolik : dikoreksi dengan infus natrium bikarbonat dan cairan ekspansi volume darah.

Ada 3 masalah penting berkaitan dengan pemberian natrium bikarbonat pada bayi :
1. Zat ini sangat hipertonik. Bila diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar akan
mengekspansi volume intravaskular.
2. Jika diberikan dalam keadaan ventilasi tidak adekuat, PaCO2 akan meningkat nyata,
pH akan turun, asidosis makin berat dan dapat terjadi kematian. Hendaknya natrium
bikarbonat hanya diberikan jika ventilasi adekuat, atau telah terpasang ventilasi
mekanik yang baik.
3. Pemberian bikarbonat dapat pula menyebabkan hipotensi.

Bagan resusitasi neonatus

Letakkan bayi dibawah radiant heater
Keringkan tubuh bayi
Sisihkan kain yang basah
Tempatkan bayi pada posisi yang benar
Penghisapan dari mulut lalu hidung
Stimulasi taktil bila perlu

Observasi bila kulit merah atau sianosis perifer
Obat-obatan bila bunyi jantung <80>
60-100
Nilai pernafasan
Ppv o2 100 % selama 15-30 detik
Nilai bunyi jantung
Nilai bunyi jantung
<60 <100 >100

Bantuan nafas kompresi jantung
Bunyi jantung tidak meningkat
Bunyi jantung meningkat bantuan nafas
Amati nafas spontan
Hentikan bantuan nafas
Nilai warna kulit
Berikan O2
bila kulit biru

Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi

Hipotermia
Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, hipoglikemia.

Pneumotoraks
Pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini. Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks lebih besar karena cadangan jaringan paru lebih lemah.

Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.
INTRODUKSI TENTANG PERAWATAN INTENSIF NEONATUS
(NEONATAL INTENSIVE CARE)
Transfer ke unit perawatan intensif neonatus

Transfer ke unit perawatan intensif neonatus ( NICU – neonatal intensive care unit ) dipertimbangkan pada keadaan / kasus :
1. Gawat napas (sianosis, takipnea, retraksi dinding dada, pernapasan cuping hidung, atau
henti napas) yang memerlukan O2 40% atau lebih untuk mencegah sianosis sentral
2. Bayi prematur kurang dari 2000 gram atau usia gestasi kurang dari 37 minggu
3. Bayi yang sedang mengalami pemulihan dari upaya resusitasi besar
4. Bayi yang sangat mungkin memerluka bantuan respirasi atau bantuan medis besar
lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar